Page 479 - Karen Armstong - Sejarah Tuhan
P. 479
http://pustaka-indo.blogspot.com
Yahudi bisa mempercayai bahwa di tengah keadaan
mengenaskan yang menimpa sebagian besar mereka, masih
dapat ditemukan sebuah arti dan tujuan akhir.
Orang Yahudi dapat mengakhiri keterasingan Shekinah.
Dengan cara menunaikan mitzvot, mereka dapat
membangun kembali Tuhan mereka. Adalah menarik untuk
membandingkan mitos ini dengan teologi Protestan yang
diciptakan Luther dan Calvin di Eropa pada masa yang
sama. Kedua pembaru Protestan ini mengajarkan tentang
kedaulatan mutlak Tuhan: dalam teologi mereka, seperti yang
akan kita saksikan, manusia sama sekali tak bisa
berkontribusi terhadap penyelamatan diri mereka sendiri.
Akan tetapi, Luria menyebarkan doktrin tentang kerja: Tuhan
membutuhkan manusia dan akan menjadi kurang sempurna
tanpa doa dan amal baik mereka. Di tengah tragedi yang
menimpa kaum Yahudi di Eropa, mereka mampu untuk
bersikap lebih optimis tentang kemanusiaan dibanding orang
Protestan. Luria memandang misi Tikkun dalam cara yang
kontemplatif. Ketika Kristen Eropa—Katolik maupun
Protestan—merumuskan semakin banyak dogma, Luria
justru membangkitkan teknik-teknik mistikal Abraham
Abulafia untuk membantu kaum Yahudi melampaui bentuk
aktivitas intelektual ini dan menanamkan kesadaran yang
lebih intuitif. Penyusunan ulang huruf-huruf dari Nama
Tuhan, dalam spiritualitas Abulafia, telah mengingatkan kaum
Kabbalis bahwa arti kata “Tuhan” tidak bisa secara memadai
disampaikan oleh bahasa manusia. Dalam mitologi Luria, ini
juga melambangkan restrukturisasi dan perumusan ulang
konsep ketuhanan. Hayyim Vital menggambarkan pengaruh
emosional yang sangat besar dalam disiplin-disiplin yang
dianjurkan Luria: melalui pemisahan diri dari pengalaman
normal keseharian—dengan tetap terjaga ketika orang lain
tidur lelap, berpuasa di saat orang lain makan, mengasingkan
~472~ (pustaka-indo)