Page 484 - Karen Armstong - Sejarah Tuhan
P. 484
http://pustaka-indo.blogspot.com
skolastik yang, menurut mereka, telah membuat Tuhan
menjadi asing dan membosankan. Sebagai gantinya, mereka
ingin kembali kepada sumber-sumber keimanan, khususnya
kepada St. Agustinus. Orang Abad Pertengahan
menghormati Agustinus sebagai teolog. Akan tetapi, ketika
kaum humanis membaca Confessions, mereka mendapati
Agustinus sebagai seorang manusia biasa yang tengah
berada dalam pencarian pribadi. Menurut mereka, Kristen
bukanlah sekumpulan doktrin tetapi sebuah pengalaman.
Lorenzo Valla (1407-57) menekankan kesia-siaan
pencampuran dogma suci dengan “liku-liku dialektika” dan
11
“perdebatan metafisik:” “kesia-siaan” ini telah dicela oleh
St. Paulus sendiri. Francesco Petrarch (1304-74)
mengemukakan bahwa “teologi adalah puisi aktual, puisi
tentang Tuhan,” yang menjadi efektif bukan karena “telah
membuktikan” sesuatu melainkan karena langsung
12
menembus hati. Kaum humanis telah menemukan kembali
martabat manusia, tetapi ini tidak membuat mereka
mengingkari Tuhan: alih-alih, sebagai manusia sejati di
masanya, mereka menekankan kemanusiaan Tuhan yang
telah menjadi manusia. Namun demikian, bahaya klasik itu
ternyata masih tetap ada. Orang-orang di zaman Renaisans
amat menyadari kerapuhan pengetahuan kita dan juga
menaruh simpati terhadap rasa berdosa Agustinus yang akut.
Seperti yang dikatakan oleh Petrarch:
Telah berkali-kali aku merenungkan
kesengsaraan dan kematianku sendiri; dengan
linangan air mata, aku berusaha mencuci semua
dosaku agar aku bisa membicarakannya tanpa
menangis, namun hingga kini semuanya sia-sia.
Sesungguhnya Tuhan adalah yang terbaik: aku
adalah terburuk. 13
Dengan demikian, terdapat jurang yang jauh antara manusia
~477~ (pustaka-indo)