Page 485 - Karen Armstong - Sejarah Tuhan
P. 485
http://pustaka-indo.blogspot.com
dengan Tuhan: Coluccio Salutati (1331-1406) dan Leonardo
Bruni (1369-1444) pun memandang Tuhan sebagai sangat
transenden dan tak terjangkau oleh pikiran manusia.
Sungguhpun demikian, filosof dan pastor Jerman, Nicholas
dari Cusa (140-164), lebih yakin akan kemampuan kita untuk
memahami Tuhan. Dia sangat tertarik pada sains baru, yang
menurutnya, akan membantu kita memahami misteri Trinitas.
Matematika, misalnya, yang hanya berurusan dengan
abstraksi-abstraksi murni, bisa memberikan kepastian yang
mustahil dalam disiplin ilmu yang lain. Gagasan matematis
tentang “yang maksimum” dan “yang minimum” jelas saling
bertentangan, namun pada kenyataannya dapat secara logis
dipandang identik. “Perpaduan dua kutub yang berlawanan”
ini mengandung gagasan tentang Tuhan: gagasan tentang
“yang maksimum” mencakup segala sesuatu; ia
mengimplikasikan pandangan tentang kesatuan dan kepastian
yang secara langsung mengarah kepada Tuhan. Kemudian,
garis maksimum bukanlah segitiga, lingkaran, atau bidang,
tetapi gabungan ketiganya: kesatuan dari hal-hal yang
berlawanan juga merupakan sebuah Trinitas. Akan tetapi,
pembuktian cerdas dari Nicholas ini tidak memiliki banyak
nilai religius. Pembuktian ini mereduksi ide tentang Tuhan
menjadi sebuah teka-teki logika. Akan tetapi, keyakinannya
bahwa “Tuhan mencakup segala sesuatu, bahkan yang
14
kontradiksi” mirip dengan persepsi Ortodoks Yunani bahwa
semua teologi yang benar mestilah bersifat paradoks. Ketika
menulis sebagai seorang guru spiritual, bukan sebagai filosof
dan matematikawan, Nicholas menyadari bahwa seorang
Kristen harus “mencampakkan segala sesuatu” jika dia
bermaksud mendekati Tuhan, dan bahkan “meninggalkan
akal” untuk melampaui semua indra dan nalar. Wajah Tuhan
tetap tersembunyi dalam “rahasia dan keheningan mistik”. 15
~478~ (pustaka-indo)