Page 498 - Karen Armstong - Sejarah Tuhan
P. 498
http://pustaka-indo.blogspot.com
yang berlebihan. Seorang humanis berkebangsaan Inggris,
Thomas More, mendeteksi adanya kebencian pribadi dalam
kritikan terhadap “keberhalaan” penyembahan orang-orang
37
suci. Ini terlihat dalam kerasnya serangan mereka terhadap
penggambaran orang suci. Banyak orang Protestan maupun
Puritan yang memandang serius kutukan Perjanjian lama
terhadap berhala sembahan sehingga mereka
menghancurkan patung-patung orang suci dan Perawan
Maria serta menyiramkan kapur ke atas lukisan-lukisan di
dalam gereja-gereja dan katedral. Semangat mereka yang
luar biasa itu menunjukkan bahwa sebenarnya mereka takut
mengecewakan Tuhan yang pemarah dan pencemburu ini
sebagaimana ketakutan mereka untuk berdoa memohon
perantaraan orang-orang suci itu. Ini juga menunjukkan
bahwa semangat untuk menyembah kepada Tuhan semata
tidak tumbuh dari sebuah keyakinan yang tenteram, tetapi
dari penyangkalan penuh ketakutan yang pernah
menyebabkan orang Israel kuno meruntuhkan tugu-tugu
Asyera dan menghancurkan dewa-dewa tetangga mereka.
Calvin biasanya dikenang karena keyakinannya pada
predestinasi, tetapi sebenarnya ini tidak merupakan sesuatu
yang penting dalam pemikirannya: konsep ini baru menjadi
krusial bagi “Calvinisme” setelah kematiannya. Persoalan
mendamaikan kekuasaan mutlak Tuhan dengan kehendak
bebas manusia akan selalu muncul dari konsepsi ketuhanan
yang antropomorfis. Telah kita saksikan bahwa kaum Muslim
juga menghadapi persoalan ini pada abad kesembilan dan
tidak berhasil menemukan pemecahan yang logis dan
rasional; alih-alih, mereka justru menekankan misteri dan
kemustahilan memahami Tuhan. Persoalan tersebut tidak
pernah mengusik Kristen Ortodoks Yunani, yang menikmati
paradoks dan menganggapnya sebagai sumber cahaya dan
inspirasi. Akan tetapi, ini justru merupakan perdebatan utama
~491~ (pustaka-indo)