Page 503 - Karen Armstong - Sejarah Tuhan
P. 503
http://pustaka-indo.blogspot.com
kedamaian, harapan, kegembiraan, dan “penggugah pikiran”.
Sedangkan kegelisahan, kesedihan, kejemuan, dan gangguan
bersumber dari “ruh jahat”. Kepekaan Ignatius sendiri
terhadap Tuhan sangatlah tajam: perasaan itu pernah
membuatnya menangis karena bahagia, dan konon suatu
ketika dia pernah menyatakan bahwa tanpa perasaan itu, dia
takkan mampu bertahan hidup. Akan tetapi, dia tidak
mempercayai pergantian emosi yang cepat dan menekankan
perlunya disiplin dalam perjalanan menuju diri yang baru.
Seperti halnya Calvin, dia memandang Kristen sebagai
perjumpaan dengan Kristus. Digambarkannya di dalam
Exercises: titik puncak Kristen adalah “Kontemplasi untuk
Mendapatkan Cinta”, yang memandang “segala sesuatu
sebagai ciptaan kebaikan Tuhan dan memantulkannya”. 40
Bagi Ignatius, alam sarat akan Tuhan. Selama proses
kanonisasi itu, murid-muridnya mengenang:
Kami sering menyaksikan bahwa bahkan sesuatu
yang sangat kecil dapat melejitkan jiwanya
menuju Tuhan, yang dalam hal-hal yang
terkecil sekalipun merupakan Yang Teragung.
Memandang tanaman yang kecil, sehelai daun,
buah-buahan atau bunga, seekor cacing yang
tak berarti atau hewan kecil, mampu membuat
jiwa Ignatius melayang ke langit dan
menyelami segala hal yang berada di luar
41
jangkauan indra.
Sebagaimana kaum Puritan, para Jesuit merasakan Tuhan
sebagai kekuatan dinamis yang dengan sempurna mampu
memenuhi diri mereka dengan keyakinan dan energi. Jika
kaum Puritan menaklukkan Atlantik untuk menetap di New
England, para misionaris Jesuit berkeliling dunia; Francis
Xavier (1506-1552) menyebarkan Injil ke India dan Jepang,
Matteo Ricci (1552-1610) membawa Injil ke Cina, dan
Robert de Nobili (1577-1656) ke India. Lagi-lagi seperti
~496~ (pustaka-indo)