Page 502 - Karen Armstong - Sejarah Tuhan
P. 502
http://pustaka-indo.blogspot.com
Katolik dan Protestan kini memandang diri saling
bermusuhan satu sama lain, meski sebenarnya konsepsi dan
pengalaman ketuhanan mereka sangat mirip. Setelah Konsili
Trent (1545-63), para teolog Katolik juga berpegang teguh
pada teologi neo-Aristotelianisme yang mereduksi kajian
tentang Tuhan menjadi ilmu tentang alam. Reformis seperti
Ignatius Loyola (1491-1556), pendiri Society of Jesus,
menyetujui penekanan Protestan terhadap pengalaman
langsung tentang Tuhan dan kebutuhan untuk menyerap
makna wahyu secara pribadi. Karya yang disusunnya untuk
angkatan pertama kelompok Jesuitnya, Spiritual Exercises,
bermaksud untuk memicu konversi yang bisa menjadi
pengalaman menyakitkan sekaligus sangat membahagiakan.
Retret tiga puluh hari ini, yang memberi penekanan pada
pengkajian diri dan peneguhan tekad pribadi, dilakukan di
bawah arahan seorang pembimbing secara satu per satu. Ini
tidak berbeda dengan spiritualitas Puritan. Exercises
menampilkan latihan singkat yang sistematik dan sangat
efisien bagi mistisisme. Banyak kaum mistik telah
mengembangkan disiplin yang serupa dengan yang digunakan
oleh para psikoanalis dewasa ini. Oleh karena itu, adalah
menarik bahwa Exercises juga masih dipakai oleh orang
Katolik dan Anglikan masa kini untuk memberi jenis terapi
alternatif.
Akan tetapi, Ignatius sadar akan bahaya mistisisme palsu.
Seperti Luria, dia juga menekankan pentingnya ketenteraman
dan kegembiraan. Dalam bukunya Rules for the
Discernment of Spirits, Ignatius memperingatkan murid-
muridnya akan titik-titik ekstrem emosi yang telah menjebak
kaum Puritan. Dia memilah berbagai emosi yang mungkin
dialami oleh penempuh jalan mistik selama melakukan retret
ke dalam dua kelompok: emosi yang mungkin berasal dari
Tuhan dan yang dari setan. Tuhan harus dialami sebagai
~495~ (pustaka-indo)