Page 500 - Karen Armstong - Sejarah Tuhan
P. 500

http://pustaka-indo.blogspot.com
             paradoks  itu  dengan  logika  yang  tak  kenal  ampun.  Karena
             Tuhan Mahakuasa, maka manusia tidak punya andil apa pun
             terhadap  keselamatan  dirinya  sendiri.  Tuhan  tidak  bisa
             berubah  dan  ketetapannya  adalah  adil  dan  abadi:  sejak
             semula  Tuhan  telah  memutuskan  untuk  menyelamatkan
             sebagian  manusia  dan  menakdirkan  sisanya  masuk  neraka.
             Sebagian pengikut Calvin merasa ngeri terhadap doktrin yang
             menyeramkan  ini.  Jacob  Arminius  dari  negara-negara
             selatan  berpendapat  bahwa  ini  merupakan  contoh  teologi
             yang  buruk,  karena  membicarakan  Tuhan  seakan-akan  dia
             seorang  manusia  biasa.  Namun,  kaum  Calvinis  percaya
             bahwa Tuhan bisa didiskusikan secara objektif seperti ketika
             kita  mendiskusikan  fenomena  lain.  Sebagaimana  orang
             Protestan  maupun  Katolik,  mereka  juga  mengembangkan
             Aristotelianisme  baru  yang  menekankan  pentingnya  logika
             dan  metafisika.  Ini  berbeda  dengan  corak  Aristotelianisme
             Thomas  Aquinas,  karena  para  teolog  baru  itu  tidak  begitu
             tertarik pada kandungan pemikiran Aristoteles dibandingkan
             pada  metode  rasionalnya.  Mereka  ingin  menghadirkan
             Kristen  sebagai  sebuah  sistem  koheren  dan  rasional  yang
             bisa diturunkan dari deduksi silogistik berdasarkan aksioma-
             aksioma yang diketahui. Tentu saja ini menjadi sangat ironis
             karena  semua  Reformis  telah  menolak  bentuk  diskusi
             rasionalistik  apa  pun  tentang  Tuhan.  Teologi  predestinasi
             Calvinis mutakhir memperlihatkan apa yang bisa terjadi jika
             paradoks  dan  misteri  Tuhan  tidak  lagi  dipandang  sebagai
             puisi,  tetapi  ditafsirkan  dengan  logika  yang  koheren.  Begitu
             Alkitab mulai ditafsirkan secara harfiah, bukannya simbolik,
             konsepi  ketuhanannya  akan  menjadi  sesuatu  yang  mustahil.
             Membayangkan  Tuhan  yang  secara  harfiah  bertanggung
             jawab  atas  segala  sesuatu  yang  terjadi  di  bumi  akan
             menimbulkan  kontradiksi-kontradiksi  yang  musykil.  “Tuhan”
             Alkitab  tidak  lagi  merupakan  simbol  suatu  realitas  yang
             transenden,  tetapi  menjadi  tiran  yang  kejam  dan  zalim.



                            ~493~ (pustaka-indo)
   495   496   497   498   499   500   501   502   503   504   505