Page 501 - Karen Armstong - Sejarah Tuhan
P. 501
http://pustaka-indo.blogspot.com
Doktrin predestinasi memperlihatkan berbagai keterbatasan
Tuhan yang telah sangat dipersonalisasikan itu.
Kaum Puritan mendasarkan pengalaman keagamaan mereka
pada ajaran Calvin dan dengan jelas merasakan Tuhan
sebagai sebuah pertarungan. Tuhan tampaknya tidak mengisi
diri mereka dengan kebahagiaan atau kasih sayang. Jurnal
dan autobiografi kaum Puritan menunjukkan bahwa mereka
terobsesi oleh predestinasi dan ketakutan bahwa mereka
takkan diselamatkan. Peristiwa konversi menjadi beban
pikiran, sebuah drama yang berat dan menyiksa di mana si
“pendosa” dan pengarah spiritualnya “bergulat” demi
jiwanya. Tak jarang seorang yang bertobat harus mengalami
penghinaan berat atau keputusasaan nyata terhadap rahmat
Tuhan sampai dia mengakui kebergantungan mutlaknya pada
Tuhan. Konversi ini sering pula merupakan reaksi psikologis
yang tidak disadari, lompatan yang tak sehat dari kecewa ke
bahagia. Penekanan keras terhadap neraka dan murka
Tuhan, dipadukan dengan pengekangan diri yang berlebihan,
telah menjerumuskan banyak orang ke dalam depresi klinis:
bunuh diri pun tampaknya jadi biasa. Kaum Puritan
menisbahkan hal ini kepada setan, yang kehadirannya dalam
kehidupan mereka dirasakan sama kuatnya dengan
39
kehadiran Tuhan. Puritanisme masih memiliki dimensi
positif: membuat orang-orang merasa bangga terhadap
pekerjaan mereka, yang tak lagi dipandang sebagai
perbudakan melainkan sebagai sebuah “panggilan”.
Spiritualitas apokaliptiknya yang menyesakkan telah
mengilhami sebagian penganut Puritanisme untuk melakukan
kolonialisasi atas Dunia Baru. Namun pada sisi buruknya,
Tuhan kaum Puritan menimbulkan kecemasan dan sikap
tidak toleran yang kaku terhadap orang-orang yang tidak
termasuk kalangan terpilih.
~494~ (pustaka-indo)