Page 507 - Karen Armstong - Sejarah Tuhan
P. 507
http://pustaka-indo.blogspot.com
“Jadi hidup kita, seluruh hidup kita, didominasi oleh Kristen!
Betapa sedikitnya wilayah kehidupan kita yang telah
disekularisasikan, dibandingkan apa-apa yang masih diatur
43
dan dibentuk oleh agama!” Meskipun seandainya ada
seorang manusia luar biasa yang bisa mencapai objektivitas
yang diperlukan untuk mempertanyakan hakikat agama dan
eksistensi Tuhan, dia tidak akan mendapatkan dukungan dari
filsafat ataupun sains pada masanya. Selama belum
terumuskan sekumpulan alasan koheren, yang masing-
masingnya didasarkan pada bukti-bukti ilmiah, tak seorang
pun bisa menolak eksistensi Tuhan yang agamanya telah
membentuk dan mendominasi kehidupan moral, estetika, dan
politik di Eropa. Tanpa dukungan ini, penyangkalan terhadap
Tuhan hanya akan menjadi sebuah sikap pribadi atau
dorongan sesaat yang tak layak dipertimbangkan secara
serius. Febvre memperlihatkan bahwa bahasa sehari-hari,
misalnya bahasa Prancis, tidak memiliki kosakata maupun
sintaksis bagi skeptisisme. Kata-kata seperti “mutlak”,
“relatif”, “kausalitas”, “konsep”, dan “institusi” masih belum
44
dipergunakan. harus kita ingat pula bahwa belum ada satu
masyarakat pun di dunia yang berhasil menghapuskan
agama, yang telah dianggap sebagai sebuah fakta kehidupan.
Baru pada penghujung akhir abad kedelapan belas
sekelompok orang Eropa menemukan kemungkinan untuk
mengingkari eksistensi Tuhan.
Lantas, apa yang dimaksud oleh sementara orang ketika
mereka saling menuduhkan “ateisme” satu sama lain?
Ilmuwan Prancis, Marin Mersenne (1588-1648), yang juga
pengikut fanatik ordo Fransiscan, menyatakan bahwa di
Paris saja terdapat sekitar 50.000 orang ateis, namun
kebanyakan dari yang disebutnya “ateis” itu masih beriman
kepada Tuhan. Pierre Carvin, sahabat Michel Montaigne,
pernah membela Katolik dalam risalahnya Les Trois Vérités
~500~ (pustaka-indo)