Page 530 - Karen Armstong - Sejarah Tuhan
P. 530
http://pustaka-indo.blogspot.com
ketakjuban dan kekaguman yang telah senantiasa menjadi
bagian dari respons manusia terhadap alam. Bahkan
Agustinus, dalam spiritualitasnya yang pilu, memandang alam
sebagai tempat yang indah luar biasa. Descartes, yang
filsafatnya didasarkan pada tradisi introspeksi Agustinian,
tidak memberi perhatian pada semua ketakjuban itu. Cita
rasa misteri harus dihindarkan sama sekali karena hal itu
menampilkan keadaan pikiran primitif yang telah ditinggalkan
oleh manusia beradab. Dalam pengantar risalahnya Les
météores, dia menjelaskan bahwa adalah wajar jika kita
“lebih mengagumi sesuatu yang berada di atas kita daripada
9
yang setaraf atau lebih rendah daripada kita”. Para penyair
dan pelukis, misalnya, menggambarkan awan sebagai
mahkota Tuhan, membayangkan Tuhan memercikkan embun
pada awan atau mengirimkan petir untuk membelah batu
dengan tangannya sendiri:
Ini menggiring saya untuk berharap bahwa jika
di sini saya bisa menjelaskan tentang awan
dengan suatu cara yang membuat kita tak lagi
punya ketakjuban atas apa pun yang dapat
dilihat dari awan, atau apa pun yang turun
darinya, kita akan dengan mudah percaya bahwa
adalah mungkin pula untuk menemukan penyebab
dari segala sesuatu yang menakjubkan di atas
bumi.
Descartes menjelaskan tentang awan, embun, dan petir
sebagai kejadian-kejadian fisikal semata dengan maksud,
seperti yang dijelaskannya sendiri, untuk menghilangkan
10
“setiap sebab ketakjuban.” Akan tetapi, Tuhan Descartes
adalah Tuhan para filosof yang sama sekali tidak
memedulikan peristiwa-peristiwa duniawi. Dia tidak
diungkapkan melalui mukjizat-mukjizat yang dilukiskan dalam
kitab suci, tetapi melalui hukum-hukum abadi yang telah
~523~ (pustaka-indo)