Page 538 - Karen Armstong - Sejarah Tuhan
P. 538
http://pustaka-indo.blogspot.com
memberi batu loncatan yang memungkinkan manusia masuk
ke dalam persoalan perenial tentang makna hidup yang
hakiki. Oleh karena itu, agama dan seni tidak memiliki sistem
kerja yang sama dengan sains. Namun selama abad
kedelapan belas, Kristen mulai menerapkan metode ilmiah
baru terhadap iman kristiani dan tiba pada solusi yang serupa
dengan yang ditemukan Newton. Di Inggris, teolog radikal
semacam Matthew Tindal dan John Toland bertekad untuk
kembali kepada prinsip-prinsip dasar, membersihkan Kristen
dari misteri-misterinya dan membangun sebuah agama yang
betul-betul rasional. Di dalam Christianity Not Mysterious
(1696), Toland mengemukakan bahwa misteri hanya akan
16
membawa kepada “tirani dan takhayul”. Sangatlah
berbahaya untuk membayangkan bahwa Tuhan tidak mampu
mengungkapkan dirinya dengan jelas. Agama harus bisa
diterima oleh akal. Dalam Christianity as Old as Creation
(1730), Tindal, seperti halnya Newton, berupaya untuk
menciptakan kembali agama primordial dan
membersihkannya dari berbagai tambahan yang datang
belakangan. Rasionalitas menjadi batu ujian bagi semua
agama: “Ada agama alam dan akal yang terpahat di dalam
hati setiap orang sejak semula, yang dengannya manusia
harus memutuskan kebenaran setiap agama institusional
17
mana pun.” Akibatnya wahyu menjadi tidak diperlukan
karena kebenaran bisa ditemukan melalui pencarian rasional
kita sendiri; misteri-misteri semacam Trinitas dan Inkarnasi
harus memiliki penjelasan rasional yang sempurna dan tidak
boleh digunakan untuk membiarkan keimanan orang awam
tunduk pada takhayul dan lembaga gereja.
Ketika gagasan-gagasan radikal ini menyebar ke seluruh
Benua, sekelompok sejarahwan baru mulai meneliti sejarah
gereja secara objektif. Pada tahun 1699, Gottfried Arnold
menerbitkan karyanya yang non-partisan, History of the
~531~ (pustaka-indo)