Page 54 - Karen Armstong - Sejarah Tuhan
P. 54
http://pustaka-indo.blogspot.com
berubah serius ketika Tuhan menetapkan tugas yang berat:
Abraham harus mengurbankan anak lelaki tunggalnya
kepada Tuhan.
Pengurbanan manusia merupakan hal lazim di dunia pagan.
Kejam namun logis dan rasional. Anak pertama sering
diyakini sebagai keturunan dewa, yang telah menghamili si
ibu melalui tindakan droit de seigneur. Dalam
memperanakkan, energi dewa menjadi menipis, maka untuk
mengisinya kembali dan mempertahankan sirkulasi seluruh
mana yang ada, anak pertama itu harus dikembalikan kepada
orangtua dewatanya. Kasus Ishak sebenarnya berbeda.
Ishak adalah hadiah dari Tuhan, bukan anak alamiahnya. Tak
ada alasan untuk berkurban, tak ada kebutuhan untuk
memulihkan kembali energi Tuhan. Bahkan, pengurbanan itu
akan melenyapkan arti seluruh kehidupan Abraham,
berdasarkan janji bahwa dia akan menjadi bapa bagi sebuah
bangsa yang besar. Tuhan ini telah mulai dikonsepsikan
secara berbeda dengan sebagian besar ilah di dunia kuno.
Dia tidak terlibat dalam nestapa manusia; dia tidak
membutuhkan masukan energi dari manusia. Dia berada
dalam lingkup yang berbeda dan dapat menetapkan tuntutan
apa saja yang diinginkan. Abraham memutuskan untuk
mempercayai Tuhannya. Dia dan putranya, Ishak, melakukan
perjalanan selama tiga hari ke gunung Moria, yang kemudian
menjadi tempat berdirinya Kuil di Yerusalem. Ishak, yang
belum tahu apa-apa tentang titah ilahi, bahkan harus memikul
kayu bakaran untuk pengurbanan dirinya sendiri. Baru pada
saat-saat terakhir, ketika Abraham benar-benar telah siap
dengan sebilah pisau di tangannya, Tuhan menjadi iba dan
mengatakan kepada Abraham bahwa hal itu hanya sebuah
ujian. Abraham telah membuktikan dirinya layak menjadi
bapa sebuah bangsa besar, yang jumlahnya akan sebanyak
taburan bintang di langit atau hamparan pasir di pantai.
~47~ (pustaka-indo)