Page 549 - Karen Armstong - Sejarah Tuhan
P. 549
http://pustaka-indo.blogspot.com
pikiran, melainkan sebab dan prinsip dari pikiran itu, yang
menyatu dengan setiap pribadi manusia. Wahyu atau hukum
Tuhan tidak diperlukan: Tuhan ini dapat dijangkau oleh semua
manusia, dan satu-satunya hukum adalah hukum alam yang
abadi. Spinoza membawa metafisika kuno sejajar dengan
sains baru: Tuhannya bukanlah Tuhan Neoplatonik yang
mustahil bisa diketahui, namun lebih dekat kepada Wujud
Mutlak yang digambarkan oleh filosof seperti Aquinas. Akan
tetapi, Tuhan ini juga lebih dekat kepada Tuhan mistik yang
kehadirannya dialami oleh kaum monoteis ortodoks di dalam
diri mereka. Orang Yahudi, Kristen, dan para filosof
cenderung melihat Spinoza sebagai ateis: tak ada sesuatu
yang bersifat personal tentang Tuhan ini, yang tak
terpisahkan dari seluruh realitas lainnya. Spinoza sendiri
menggunakan kata “Tuhan” hanya karena alasan sejarah: dia
sepakat dengan kaum ateis, yang mengklaim bahwa realitas
tidak bisa dibagi menjadi satu bagian yang adalah “Tuhan”
dan bagian lain yang bukanTuhan. Jika Tuhan tidak bisa
dipisahkan dari segala sesuatu yang lain, adalah mustahil
bahwa “dia” mengada dalam pengertian yang biasa. Apa
yang dikatakan oleh Spinoza dengan demikian berarti bahwa
tidak ada Tuhan yang bersesuaian dengan pengertian yang
biasa kita lekatkan pada kata tersebut. Sebenarnya kaum
mistik dan para filosof telah mengemukakan hal yang sama
selama berabad-abad. Sebagian mengatakan bahwa “Tiada”
sesuatu selain dunia yang kita ketahui ini. Jika ditambahkan
dengan En Sof yang transenden, panteisme Spinoza akan
sangat menyerupai Kabbalah, dan kita dapat merasakan
kesekawanan antara mistisisme radikal dengan ateisme yang
baru muncul ini.
Adalah filosof Jerman Moses Mendelssohn (1729-86) yang
membukakan jalan bagi kaum Yahudi untuk memasuki Eropa
modern, meskipun pada mulanya dia tidak secara khusus
~542~ (pustaka-indo)