Page 62 - Karen Armstong - Sejarah Tuhan
P. 62
http://pustaka-indo.blogspot.com
dalam latar politeistik. Orang Israel tidak percaya bahwa
Yahweh, Tuhan Sinai, adalah satu-satunya tuhan, tetapi
bersumpah, dalam perjanjian mereka, bahwa mereka akan
mengabaikan semua tuhan lain dan hanya akan menyembah
kepadanya. Sangat sulit menemukan sebuah pernyataan
monoteistik dalam keseluruhan Pentateukh. Bahkan, Sepuluh
Perintah yang diwahyukan di gunung menyiratkan
penerimaan keberadaan tuhan-tuhan lain: “Jangan ada
padamu allah lain di hadapan-Ku.” 21
Menyembah satu tuhan merupakan langkah yang belum
pernah ada sebelumnya: Firaun Mesir, Akhenaton, telah
berupaya untuk menyembah Dewa Matahari saja dan
mengabaikan ilahilah tradisional Mesir lainnya, tetapi
kebijakannya segera dibalik oleh penerusnya. Mengabaikan
sumber potensial mana dianggap sebagai tindakan yang
jelas-jelas bodoh, dan sejarah Israel selanjutnya
memperlihatkan bahwa mereka sangat enggan untuk
meninggalkan kultus terhadap ilahilah lain. Yahweh telah
membuktikan keunggulannya dalam perang, tetapi dia
bukanlah dewa kesuburan. Ketika bermukim di Kanaan,
orang Israel secara instingtif beralih memuja Baal, Penguasa
Kanaan, yang telah membuat tumbuhnya tanam-tanaman
sejak zaman yang tak mungkin lagi dapat diingat. Para nabi
mengingatkan agar orang Israel tetap menepati janji, namun
sebagian besar dari mereka terus menyembah Baal, Asyera,
dan Anat dalam cara tradisional. Alkitab memang
menyatakan kepada kita bahwa ketika Musa berada di
gunung Sinai, sebagian orang kembali kepada agama pagan
kuno Kanaan. Mereka membuat patung sapi emas,
gambaran tradisional Tuhan El, dan menyelenggarakan ritual
kuno di hadapannya. Penempatan insiden ini dalam
kesejajaran yang menyolok dengan pewahyuan di gunung
Sinai bisa merupakan upaya para editor Pentateukh untuk
~55~ (pustaka-indo)