Page 132 - Pendidikan Rusak-Rusakan (Darmaningtyas)
P. 132
renaiaiKan KusaK-KusaKan
layak lagi menjadi guru alias pensiun dini? Setelah itu, pengang-
katan kepala sekolah harus dari bawah, hasil pilihan bersama
antara murid, guru, dan BP3, bukan drop-dropan lagi seperti
sekarang. Kecuali pengangkatan kepala sekolah dilakukan oleh
komunitas sekolah, masa jabatan kepala sekolah empat tahun
harus dilaksanakan betul agar kepala sekolah hanya merupakan
jabatan koordinator, bukan struktural, sehingga kekuasaannya
menjadi terkontrol oleh komunitasnya.
Menurut pengalaman para guru, kehadiran pengawas ke
sekolah-sekolah cenderung hanya ngrccokin dan cari-cari kesalah-
an saja. Sedangkan bagi sekolah-sekolah swasta, keberadaan
pengawas ibarat tukang peras. Sebab, sudah menjadi rahasia
umum kalau pengawas datang, artinya harus tersedia amplop
berisi uang yang cukup agar semua urusan beres. Cerita-cerita
J
semacam itu tidak hanya terdapat di awa saja; para guru dan
J
pengelola sekolah swasta di luar awa pun mengatakan hal yang
sama. Memang sulit untuk dibuktikan, tapi kalau orang yang
berbeda dalam waktu dan tempat yang berbeda mengatakan
hal yang sama, apakah itu kasuistik? Tampaknya bukan kasuistik,
tapi sudah menjadi wabah penyakit yang harus dibasmi. Cara
membasminya bukan hanya diobati untuk menghilangkan
penyakitnya, tapi harus diamputasi.
Yang dibutuhkan oleh guru sekarang bukanlah seorang
pengawas yang tugasnya mengontrol kerja mereka, tapi seorang
tutor dan pembimbing yang mampu membuat guru melaksana-
kan kerja secara lebih profesional. Bila guru memiliki banyak
kelemahan dalam menjalankan profesinya, maka solusinya bukan
dimarahi atau kena sanksi, melainkan diberi bimbingan dan pe-
ngayaan metode sehingga mereka menjadi guru yang profesional
dan memiliki komitmen pada perbaikan pendidikan nasional.
Mempertahankan fungsi pengawas seperti sekarang ini sama
halnya membonsai praksis pendidikan dalam konservatisme dan
otoritarianisme.