Page 147 - Pendidikan Rusak-Rusakan (Darmaningtyas)
P. 147

pokok,   sehingga   gaji  pokok   seorang   guru   negeri  sekarang
               dengan    G o l o n g a n  III—IV  rata-rata  antara  Rp  1 . 1 0 0 . 0 0 0 - R p
               1.600.000.  Pada  masa  Orde   Baru  (yang  direpresentasikan   oleh
               Golkar),  gaji  pokok  hanya  sekitar  Rp  500.000,-.  Maka  aneh  sekali
               bila  para  guru  masih  percaya  dan  ingin  kembali  ke  Golkar.

                    Meski   Presiden   B.J.  Habibie  dan  Gus  Dur  telah  berhasil
               meningkatkan    gaji  guru  negeri  mencapai   dua  kali  lipat,  tidak
               otomatis  kinerja  guru-guru   negeri  seiring  dengan  peningkatan
               kesejahteraannya.   Kinerja  guru-guru   negeri  masih  tetap  seperti
               sebelumnya:    malas-malasan,   sering  izin  tidak  masuk  mengajar,
               minimalis   (begini  saja  sudah  cukup),  rasa  ingin  tahu  (curiosity)
               tetap  rendah,  tidak  meng-iip  date  informasi  maupun  ilmu  penge-
               tahuannya,   tetap  menjadi  calo  industri  penerbitan  maupun  pari-
               wisata,  tidak  memiliki  prinsip,  takut  pada  atasan,  dan  sebagai-
               nya.  Dengan  kata  lain,  kenaikan  gaji  guru  menjadi  dua  kali  lipat
               lebih  itu  tidak  berdampak  pada  perbaikan  kualitas  guru.  Boleh
               jadi  hanya  berdampak   pada  pola  konsumsi   mereka.

                    Beberapa   kawan  dalam suatu   diskusi  informal  sering berko-
               mentar:  "Setuju  kalau  kesejahteraan  guru  ditingkatkan,  tapi  se-
               sungguhnya    guru  yang ada  sekarang  ini  tidak  layak digaji  tinggi,
               karena  mereka   tidak  memiliki  kompetensi,   otoritas,  dan  integ-
                                                                    s
               ritas yang  tinggi  sebagai  pendidik."  Mereka  ibarat ekrup-sekrup
               dalam  sebuah   mesin  yang  hanya  bergerak   bila  digerakkan  oleh
               tangan-tangan   manusia   (dalam  hal  ini  adalah  birokrasi  pendidik-
               an).  Otoritas  mereka  digadaikan kepada  pengawas,   Kanwil,  Kan-
               dep  (dulu,  sekarang  Dinas Pendidikan),  atau  yayasan  (bagi  guru
               swasta).  Akibatnya,  para  guru  tidak  pernah  merasa  gelisah  mes-
               kipun  mutu   pendidikan   merosot   dan  buku-buku    yang  mereka
               pakai  hanya   memperbodoh      diri  sendiri  maupun   murid,   dan
               menjadikan    guru  hanya   sebagai  kepanjangan    tangan  penerbit
               atau  industri  pariwisata  yang  berkolusi  dengan   pejabat  untuk
               mencari   keuntungan   ekonomis    semata.


                    Pandangan    beberapa  kawan   di atas ada  betulnya.  Berdasar-
               kan  pengalaman pribadi,   guru  sebetulnya  memiliki  peluang besar
   142   143   144   145   146   147   148   149   150   151   152