Page 182 - Pendidikan Rusak-Rusakan (Darmaningtyas)
P. 182
dijumpai di Madrasah (MI, MTs, MA). Sekitar 60% atau 226.000
guru Madrasah di semua tingkat, diketahui salah tempat dan
berkualifikasi rendah. Mereka pada u m u m n y a lulusan PAI
(Pendidikan Agama Islam) yang terpaksa mengajar mata pela-
jaran umum, seperti Bahasa Indonesia, Sejarah, IPA, atau bahkan
Matematika (Kompas, 23/08/2003).
2. Alih Fungsi PNS
Jika Mendiknas maupun Dirjen Pendidikan Dasar dan Mene-
ngah menerima penjelasan di atas, maka yakinlah bahwa
j
kekurangan guru dalam umlah besar hanya terjadi sesaat (2-3
tahun saja). Seiring banyaknya SD dan SLTP (swasta) yang tutup,
kekurangan guru secara otomatis akan tercukupi. Jika waktunya
hanya pendek, maka tidak perlu buru-buru mengangkat guru
j
kontrak, karena pengangkatan guru kontrak dalam umlah besar
identik dengan pemborosan dana saja.
Jika pengangkatan guru kontrak dilakukan untuk meme-
nuhi kekurangan guru yang ada sekarang, maka sebelum ada
pengangkatan, lebih dulu perlu dicek ulang soal distribusi guru,
masih terjadi ketimpangan atau tidak? Jika yang terjadi di la-
pangan adalah masih besarnya ketimpangan antara satu sekolah
dengan sekolah lain, atau antara satu daerah dengan daerah
lain, maka ketimpangan itu dulu yang perlu diselesaikan. Hanya,
siapa yang berhak mengecek, mengingat masalah guru sudah
dilimpahkan ke Pemda. Apakah Depdiknas masih berwenang
turut mengatur distribusi guru di daerah? Jika tidak, dengan
kekuatan apa agar Depdiknas mampu mendesak Pemda mela-
kukan pemerataan distribusi guru? Siapa yang diangkat menjadi
guru kontrak: lulusan pendidikan guru sekolah dasar (PGSD),
diploma, S-l yang baru lulus, atau para guru honorer yang nasib-
nya kini masih terkatung-katung? "Siapanya" itu menjadi pen-
ting, bila guru kontrak diharapkan memberi makna secara kua-
litatif pada proses pendidikan. Bukan sekadar tenaga pocokan
saja, yang secara kuantitatif dapat menutup kekurangan guru,