Page 236 - Pendidikan Rusak-Rusakan (Darmaningtyas)
P. 236

Global  University   menilai  Totok  layak  mendapatkan     gelar  itu
             atas  keberhasilan  menjalankan    profesinya.  Tapi  undangan    itu
             tidak  dipenuhi,  karena  begitu  mudah   dan  enak  pemberian    itu.
             "Lha  ini  enak  sekali,  hanya  dengan  Rp.  10  juta  bisa  memperoleh
             gelar doktor.  Kalau  begitu, sama  saja saya membeli gelar"  (Bernas,
             24/3/2004).

                  Gubernur    DKI   Jakarta  Sutiyosojuga   salah  satu  gubernur
             yang  memperoleh    gelar  Doktor  HC  dari  Jepang.  Di  Jakarta  gelar
             itu  tidak dipakai, barangkali  karena  ada  rasa  malu  dengan mere-
             ka  yang  bergelar  doktor  beneran  dari  hasil  disertasi.  Tapi  kalau
             suatu  ketika  Anda   sempat  berkunjung    ke  S M P N  Untung awa
                                                                             J
             di  Kepulauan Seribu,   maka  di  prasasti  peresmian  gedung  SMPN
             tersebut  ada  tanda  tangan  Sutiyoso  lengkap  dengan   gelar  dok-
             tornya.  Bagaimana   proses pencapaian   gelar  doktor  tersebut,  kita
             tidak  tahu.  Yang  pasti  tiba-tiba  mereka  sudah  bergelar  doktor.

                  Praktik  jual  beli  gelar  (doktor  dan  profesor)  itu  sebetulnya
             sudah   berlangsung   sejak  masa  Orde  Baru,  bukan  hanya  setelah
             masa  reformasi.  Hanya  saja  sifatnya  halus, sehingga  tidak  terlalu
             vulgar.  Pemberian   gelar  Dr.  1IC  kepada  Sekretaris  Moerdiono
             dan  Ketua  Bappenas Ginandjar Kartasasmita tadi,    misalnya,  tidak
             lepas  dari  proses  transaksi  kerjasama  yang  saling  menguntung-
             kan  (simbiosis  mutualisme).   Si  pejabat  memperoleh    gelar,  se-
             dangkan    pihak  universitas  memperoleh    sejumlah   proyek.  Me-
             mang,   ini  ironi,  tetapi  itulah  realitas  yang  terjadi  dalam  dunia
             akademik    di  Indonesia,  yaitu  ketika  cendekiawan  menghamba
             pada   kekuasaan,   maka   sikap  kritisnya  pun  digadaikan   untuk
             membuatkan     uraian  ilmiah  yang  akan  dibacakan   oleh  sang  pe-
             nguasa  di depan senat  universitas untuk ditukar dengan    sejumlah
             proyek.  Pemberian   gelar  profesor  kepada  Menteri  Kependuduk-
             an  dan  ketua  BKKBN  HaryonoSuyono oleh Universitas Airlangga
             Surabaya    (1996)  mungkin uga     memiliki   muatan   politis,  tapi
                                           j
             pemberian   gelar  itu  tidak  dipersoalkan  karena  HaryonoSuyono,
             selain  dikenal  sebagai  seorang  pejabat  yang  cerdas  dan  kompe-
             ten,  juga  memiliki  gelar  doktor  akademis  dari  Amerika  Serikat.
             Jadi,  pemberian  gelar  itu  dinilai  sebagai  sesuatu  yang  wajar.





             236
   231   232   233   234   235   236   237   238   239   240   241