Page 237 - Pendidikan Rusak-Rusakan (Darmaningtyas)
P. 237
Kelima, Doktor Tiban, yaitu gelar doktor yang tidak diketa-
hui asal-usulnya, tahu-tahu kita membaca bahwa yang bersang-
kutan telah menyandang gelar doktor, dua gelar sekaligus, mes-
kipun yang bersangkutan tidak pernah mengikuti program S3,
baik di dalam maupun di luar negeri, seperti yang dialami artis
cantik Maya Rumantir, Laksamana (purn.) Sudomo (mantan
Pangkopkamtip), dan lainnya. Jenis gelar Doktor Tiban ini agak
berbeda dengan jenis Doktor Hororis Causa. Pada gelar Doktor
Hororis Causa itu, memang ada proses-proses yang dapat ditelu-
suri secara jelas, seperti melalui iklan penawaran dan proses
pemberian yang dilangsungkan di hotel-hotel berbintang atau
di luar negeri. Sedangkan gelar Doktor Tiban ini ujuk-ujuk (tiba-
tiba) dapat gelar begitu saja, kita tidak tahu prosesnya.
Keenam, Doktor Palsu, yaitu gelar doktor yang dipakai oleh
seseorang yang bukan doktor (di luar kelima jenis doktor terse-
but). Penulisan itu dilakukan berdasarkan kesengajaan maupun
tidak sengaja, baik oleh orang yang bersangkutan maupun orang
lain. Beberapa orang terkemuka, seperti Ignas Kleden, Umar
Juoro (sebelum keduanya meraih gelar doktor), Mohamad Sobary,
Syamsudin Haris, Dawam Rahardjo, atau Faisal Basri, kalau di-
c
undang eramah oleh panitianya sering ditulis dengan gelar Dr.
(doktor). Jelas, itu bukan kehendak si penceramah, tetapi kehen-
dak panitia. Panitia pun menulis itu ada dua kemungkinan. Per-
tama, mungkin tahunya karena yang bersangkutan sudah ber-
gelar doktor. Kedua, menganggap ilmu para penceramah sudah
setingkat doktor sehingga sepantasnya ditulis doktor, meskipun
s
secara formal belum bergelar doktor. Pada kasus yang emacam
itu, pemakaian gelar doktor bukan suatu pembodohan, tapi suatu
penghargaan saja. Saya sendiri beberapa kali diundang sebagai
pembicara dan di depan nama saya dituliskan kata "Dr." Penu-
j
lisan kata doktor uga termasuk untuk bahan iklan di media
massa (Jawa Pos, 2000; Kompas, 2003). Tapi penulisan semacam
itu malah dapat saya pergunakan untuk memulai bicara secara
guyon (canda), sehingga tidak membosankan, sembari meralat-
nya. Pernah pula saya m e n y a m p a i k a n ralat ke panitia di