Page 244 - Pendidikan Rusak-Rusakan (Darmaningtyas)
P. 244
na itu, untuk mendapatkan perspektif yang lain, pertanyaan se-
lanjutnya adalah: Ada apa dengan gelar doktor dan (citra) para
doktor (betulan)?
Siapa pun tahu bahwa meraih doktor akademis itu tidak
mudah. Ada banyak persyarakat yang harus dipenuhi. Selain
berotak cerdas, dalam arti ber-IQ normal, juga dibutuhkan
kemauan keras, ketekunan, kedisiplinan, dan ketabahan.
Syarat-syarat yang disebut belakangan itu terkadang lebih
penting daripada yang disebut pertama. Sekalipun seorang
kandidat doktor berotak briliian, tapi kalau tidak disiplin, dalam
arti tidak fokus dengan subjek kajian utamanya, dia bisa gagal.
s
Sebab, tidak ada lembaga ponsor mana pun yang bersedia men-
danai seorang kandidat doktor anpa batas waktu yang jelas.
t
Begitu pula dengan syarat ketabahan. arang ada kandidat
J
doktor menulis tesis bisa sekali jadi. Selalu ada proses penulisan
ulang yang melelahkan dan menjemukan. Bahkan, ada kalanya
sebuah tesis yang rasanya hampir rampung tetapi ternyata ku-
rang koheren dan kurang kuat dasar-dasar argumentasinya, ter-
paksa harus dibongkar dari awal. Dihadapkan pada masalah
semacam ini, jika tidak ada ketabahan, seorang kandidat doktor
mungkin akan menyerah di tengah jalan. Menjadi kandidat dok-
tor itu ibarat mengikuti lomba maraton, bukan hanya stamina
yang baik tapi juga keterampilan mengelola stamina itu dengan
baik yang akan menjamin bisa sampai garis finish.
Akan tetapi, buat seorang doktor, garis finish itu sekaligus
garis start untuk mengawali kiprahnya dalam dunia keilmuan
yang tidak ada batas akhirnya, kecuali bila sudah lumpuh dan
meninggal. Gelar doktor itu ibarat tiket resmi untuk memasuki
gelanggang keilmuan. Ini berarti, seseorang yang menempuh
jenjang studi doktor seharusnya siap menandatangani kontrak
untuk menjadi ilmuan seumur hidup. Artinya, gelar doktor itu
hanyalah kontrak formalnya.
Setelah resmi memasuki gelanggang keilmuan, seorang dok-
tor dituntut untuk mengasah gagasan-gagasanya, tak lain agar