Page 28 - Pendidikan Rusak-Rusakan (Darmaningtyas)
P. 28
misalnya, beban utang yang harus dibayar oleh pemerintah sebe-
sar Rp 132,4 trilyun, dengan rincian utang luar negeri sebesar
Rp 43,9 triliun dan utang dalam negeri sebesar Rp.88,4 triliun
(Kompas, 27/4/2002). Pada 2003, jumlah pembayaran bunga dan
cicilan utang luar negeri saja mencapai Rp 99,24 triliun (Bank
Indonesia, 2003).
Meskipun kita mengetahui bahwa beban bayar bunga dan
cicilan utang luar negeri cukup besar, kita tidak boleh berhenti
meneriakkan hak kita dan tanggung jawab negara untuk mem-
biayai pendidikan bagi warganya. Sebab, selain ada faktor ob-
jektif (beban utang luar negeri yang begitu besar warisan
Golkar), juga ada faktor subjektif yang membuat kita tetap harus
meneriakkan tuntutan menyangkut soal hak pendidikan bagi
semua warga. Faktor subjektif itu adalah kurang pekanya aparat
pemerintah terhadap penderitaan masyarakat dan rasa keadilan
antarsesama warga negara. Pilihan membayar bunga dan cicilan
utang luar negeri itu lebih dahulu dengan mengorbankan pem-
biayaan pendidikan itu, juga mencerminkan tidak adanya keber-
pihakan yang jelas dari pemerintah terhadap pendidikan warga-
nya.
1. Tidak Memiliki Sense ofCrisis
Sikap aparat pemerintah yang kurang peka terhadap pen-
deritaan masyarakat, atau tidak memiliki sense oferisis itu, terlihat
jelas dari perilaku mereka yang sama sekali tidak mencerminkan
rasa empati terhadap beban berat yang ditanggung oleh warga-
nya. Gaya hidup sebagian besar aparat pemerintah masih tetap
terlihat bermewah-mewah, berlumuran uang, dan hanya mem-
buru rente untuk diri sendiri maupun kelompoknya. Di beberapa
tempat, seperti Jakarta, Surabaya, dan Semarang aparat peme-
rintah bahkan sudah mulai melakukan penggusuran, sebagai
tanda bahwa pembangunan fisik akan dijalankan lagi, dan keber-
pihakan kepada pemilik modal lebih kuat daripada perlindungan
terhadap yang lemah. Mereka bersemangat melakukan pemban-