Page 31 - Pendidikan Rusak-Rusakan (Darmaningtyas)
P. 31
yang bersih, tapi kebijakan SUT yang digelar saat dia menjadi
Ketua MPR itu tetap dinilai sebagai cermin tidak adanya senseof
erisis dari para penyelenggara negara.
Tidak adanya sense of erisis dari para penyelenggara negara
juga terlihat dari kumpulan mobil-mobil bagus —dengan harga
di atas Rp 200 jutaan—yang selalu dijumpai di kantor-kantor
pemerintah, termasuk kantor DPR di Senayan. Dari penampilan-
nya mobil-mobil itu jelas dibeli setelah reformasi karena masih
terlihat baru, belum memperlihatkan ketuaan. Bila untuk mem-
beli mobil-mobil bagus atau bahkan mewah dengan harga di
atas Rp 500 juta —ukuran mewah menurut saya —maka sangat
mungkin, uang yang diperoleh lebih dari harga mobil itu, sebab
mobil itu mengubah seluruh perilaku pemiliknya. Mereka yang
semula cukup membeli pakaian di kaki lima, tapi setelah ber-
mobil tuntutannya harus memakai pakaian bermerk mahal. Sebe-
lum bermobil tidak memakai dasi, setelah bermobil harus ber-
dasi. Bila naik sepeda motor/bus umum di kantong saku cukup
ada uang Rp 20.000,- tapi setelah naik mobil minimum harus
ada uang Rp 100.000,- untuk berjaga-jaga kalau terjadi kerusakan
di jalan dan masuk bengkel atau perlu diderek di jalan tol. Pola
makannya juga berubah. Semula bisa di warung tegai, tapi sete-
lah bermobil, mau tak mau harus makan di restoran yang memi-
liki fasilitas parkir mobil dan sesuai dengan gengsi mereka yang
harus dijaga. Konsekuensinya, pengeluaran untuk makan juga
semakin tinggi. Jadi, konsekuensi dari naik mobil (bagus/ mewah)
adalah perubahan gaya hidup pada diri yang bersangkutan.
Termasuk sense of erisis itu sendiri. Ketika masih naik angkutan
umum atau sepeda motor masih bisa merasakan sulitnya mencari
uang, tapi begitu naik mobil, tidak lagi merasakan kesulitan-
kesulitan yang dialami oleh masyarakat. Akibatnya, keputusan-
keputusan yang diambil pun berbeda sekali. Sudah tidak berbasis
masyarakat, melainkan berbasis pada kebutuhan dan keinginan
penyelenggara negara.
Ketiadaan sense of erisis itu tak hanya terjadi pada penye-
lenggara negara, tapi juga pada golongan menengah ke atas yang