Page 33 - Pendidikan Rusak-Rusakan (Darmaningtyas)
P. 33
Jadi, gugatan terhadap ketiadaan sense of crisis tidak hanya
ditujukan kepada para penyelenggara negara, tapi masyarakat
yang diuntungkan oleh krisis dan kemudian membelanjakan ke-
untungannya itu untuk kebutuhan konsumtif itu pun perlu digu-
gat. Sebab, perlu diketahui oleh semua warga, bank memiliki
kemampuan untuk membayar bunga deposito yang tinggi karena
pemerintah ikut menanggung bunga bank tersebut. Dari berita
yang pernah saya baca, beban bunga bank yang harus ditang-
gung oleh pemerintah dalam satu tahun pada saat krisis menca-
pai Rp 80 triliun. Dengan kata lain, masyarakat luas memikul
beban krisis yang keuntungannya dinikmati oleh golongan kaya.
Golongan kaya itu sebelum terjadi krisis bisa mengumpulkan
uang banyak, sehingga bisa didepositokan atau dibelikan dolar.
Ketika bunga deposito mencapai 70% dan kurs dolar di atas Rp
10.000, mereka bisa meneguk keuntungan yang begitu besar.
Karena sumber keuntungan bunga deposito dan kurs dolar yang
tinggi itu dari masyarakat, maka mestinya golongan kaya itu
juga memiliki tanggung jawab sosial yang tinggi kepada masya-
rakat yang kurang beruntung atau bahkan menjadi korban lang-
sung dari multikrisis, seperti sopir angkutan umum, buruh pab-
rik, buruh angkut, karyawan swasta kecil, pedagang kecil, dan
lain-lain.
2. Kebijakan Tidak Adil
Kita harus terus menerus meneriakkan agar pemerintah pe-
duli pada pendidikan warganya, juga karena secara subjektif
pemerintah memperlihatkan kebijakan tidak adil, yaitu terlalu
berpihak pada kepentingan segelintir orang atau konglomerat
saja dengan mengorbankan sebagian besar warga. Di satu pihak,
pemerintah mengeluh tidak memiliki anggaran cukup untuk pen-
didikan, tapi di pihak lain, pemerintah bersedia nomboki bank-
bank yang bangkrut mencapai ratusan triliun rupiah. Dana yang
dialokasikan untuk melakukan restrukturisasi perbankan, sejak
awal krisis (pertengahan 1997) sampai sekarang (2002), konon