Page 56 - Pendidikan Rusak-Rusakan (Darmaningtyas)
P. 56

seluruh  regulasi  yang  selama  ini  dirasakan  menjadi  hambatan
              bagi  tumbuhnya   inisiatif  guru,  murid,  maupun  sekolah  untuk
              mengembangkan     pendidikan  harus  dicabut,  karena  tidak  sesuai
              dengan   prinsip-prinsip  demokrasi.
                   Tapi  apakah  janji  manis  dan  pidato  yang  indah-indah  dari
              para  pejabat  Departemen  Pendidikan  Nasional  itu  sungguh  te-
              realisasi  di  masyarakat,  atau  sekadar  lips  sewice  saja?  Jawaban-
              nya  tentu  saja  dapat  dilacak  di  lapangan.


              2.  MBS   =  Masyarakat     Bayar Sendiri

                   Bagi  masyarakat awam,   indikator  perubahan  kebijakan  da-
              lam  bidang  pendidikan   itu  sebetulnya  sederhana  saja,  yaitu
              mencari   sekolah  makin  mudah,   biaya  sekolah  makin  murah,
              syukur  gratis,  tidak  banyak  pungutan,  tidak  ganti-ganti  buku
              setiap  semester  yang  akhirnya  membebani    ekonomi   mereka,
              setelah  lulus  sekolah  bisa  langsung  mendapatkan  kerja.
                      Tapi  apa  yang  mereka  harapkan  hanya  ilusi, karena  me-
              mang   tidak  pernah  terealisasi  dalam  hidup.  Masyarakat  awam
              justru  merasa  heran  karena  mereka  merasakan  bahwa  pungutan
              biaya  sekolah  itu  makin  beragam  jenis  dan  makin  banyak jum-
              lahnya.  Padahal,  pendapatan  mereka  sebagai dampak  dari  krisis
              ekonomi   yang  berkepanjangan   makin  menurun.   Jargon  pendi-
              dikan  gratis  tidak  pernah  dirasakan  oleh  masyarakat  karena
              hanya  istilahnya  saja  yang  berubah,  dari  yang  semula  bernama
              SPP berubah  menjadi sumbangan    untuk  BP3. Tapi  secara  prinsip
              masyarakat   sama-sama   membayar   dengan   rupiah.

                   Sampai   sekarang,  sekolah-sekolah  negeri,  yang  sebagian
              besar  dananya  dari  negara  juga,  masih  tetap  didominasi  oleh
              anak-anak orang  kaya. Sedangkan anak-anak orang miskin,  karena
              NEM-nya    jelek,  masuk  ke  sekolah  swasta  kere  yang  biasanya
              mereka tanggung sendiri dan mutunya lebih buruk.    Hal  itu karena
              sistem penerimaan murid  baru belum mengalami  perubahan seperti
              sebelumnya,   yaitu  hanya  berdasarkan  NEM    atau  hasil  UAN.
   51   52   53   54   55   56   57   58   59   60   61