Page 57 - Pendidikan Rusak-Rusakan (Darmaningtyas)
P. 57
Padahal, yang memiliki NEM atau hasil akhir UAN yang bagus
adalah mereka yang berasal dari golongan ekonomi menengah
ke atas.
Pemberian beasiswa juga masih tetap didasarkan pada ke-
mampuan akademis, bukan pada kemampuan sosial ekonomi
murid. Akibatnya, beasiswa hanya diterima oleh mereka yang
secara finansial sebetulnya sudah tidak mengalami kesulitan lagi.
Sedikit orang miskin yang memiliki kemampuan akademis cukup
baik sehingga memperoleh beasiswa. Mayoritas orang miskin
adalah bodoh, karena itu sulit memperoleh beasiswa. Orang
awam semula berharap bahwa reformasi sampai pada tingkat
memfasilitasi mereka agar bisa turut memperoleh beasiswa guna
meringankan biaya sekolah.
Yang membuat masyarakat awal terheran-heran, mening-
katnya pungutan-pungutan ini-itu justru bersamaaan dengan
diperkenalkannya konsep MBS (Manajemen Berbasis Sekolah)
dan Dewan Pendidikan maupun Komite Sekolah. Dalam baya-
ngan awal mereka, keberadaan institusi-institusi baru itu akan
semakin meringankan beban biaya pendidikan masyarakat. Tapi
yang terjadi kemudian justru sebaliknya. Beban pendidikan yang
harus dipikul oleh masyarakat semakin berat, justru dengan ada-
nya MBS, Dewan Pendidikan, dan Komite Sekolah. Wajar bila
kemudian bagi masyarakat awam, MBS itu kependekan dari
Masyarakat Bayar Sendiri, bukan Manajemen Berbasis Sekolah.
Apa yang dimaksudkan dengan MBS itu berarti, masyarakat
harus membayar sendiri dana-dana pendidikannya. Dan apa
yang disebut Komite Sekolah itu setali tiga uang dengan BP3,
yaitu kepanjangan tangan sekolah untuk melakukan pungutan
kepada orang tua murid. Semua pungutan, berapa pun besarnya,
menjadi sah bila sudah mendapat persetujuan dari Komite Seko-
lah. Dan Komite Sekolah umumnya akan mendukung keputusan
pihak sekolah, karena yang duduk di Komite Sekolah memang
orang-orang yang memiliki hubungan kedekatan dengan kepala
sekolah.