Page 60 - Pendidikan Rusak-Rusakan (Darmaningtyas)
P. 60
3. Kurikulum tetap Kaku
Perubahan kurikulum yang lebih ramping, seperti dijanjikan
pada masa awal reformasi, sampai sekarang juga belum terjadi.
Praktis, tidak ada perubahan substansial dalam bidang kuriku-
lum. Materi pelajaran, termasuk pelajaran sejarah nasional, yang
diberikan pada masa sebelum dan sesudah reformasi masih tetap
sama. Hanya guru-guru yang kreatif dan memiliki keberanianlah
yang mengajarkan materi sejarah nasional, terutama menyangkut
peristiwa 1965-1966 agak berbeda dibandingkan dengan materi
sejarah masa Orde Baru. Tapi pada umumnya mereka masih
tetap memberikan materi dan dengan gaya yang sama dengan
masa-masa sebelumnya.
Contoh konkret belum adanya perubahan paradigma itu
tercermin melalui materi Kurikulum Muatan Lokal (Mulok).
Kurikulum yang didesain pada Kurikulum 1994 itu dimaksudkan
untuk menampung segala potensi yang tidak mungkin tertam-
pung di dalam Kurikulum Nasional (Kurnas). Jumlahnya cukup
signifikan: 20% dari total pelajaran setiap minggunya. Tapi pada
tingkat implementasinya terjadi kesalahan, sehingga Mulok yang
seharusnya menerminkan potensi lokal sekolah itu justru tersen-
tralisasi di tingkat provinsi dan ikut disertakan dalam Ebta (Eva-
luasi I Iasil Belajar).
Meskipun pada tingkat wacana para pejabat Departemen
Pendidikan Nasional selalu menyatakan bahwa guru dapat me-
ngembangkan kurikulum sendiri sesuai dengan kebutuhan di
tingkat lokal, tapi kenyataannya ketika para guru SD di Kepulau-
an Seribu, Jakarta Utara, berinisiatif ingin mengganti materi Kuri-
kulum Mulok yang sebelumnya diisi materi PLKJ (Pengetahuan
Lingkungan Kota Jakarta) dengan pendidikan yang terkait
dengan lingkungan perairan, tetap ada resistensi dari tingkat
birokrasi. Birokrasi selalu menyatakan, bahwa bagaimanapun
Kepulauan Seribu itu bagian integral dari Kota Jakarta. Oleh sebab
itu, penggantian kurikulum Mulok itu juga jangan sampai meng-
hilangkan sama sekali materi sebelumnya. Dengan kata lain,