Page 140 - Tan Malaka - MADILOG
P. 140

minggu, dari minggu ke tahun. Tak ada satu manusia bisa menujumkan
               kejadian bumi atau politik lebih dari tempoh yang singkat sekali. Kalau
               bukti  membenarkan  sesuatu  nujum  itu,  perkara  ini  boleh  dianggap
               “kebetulan”, accident, belaka.
               Tetapi sebagai impian, yakni bayangan yang liar dari masyarakat kita ini
               dan akibat pengaruh Hindu  yang tebal melekatnya (Ingat Raja Keling),
               contoh  yang  diatas  masyur  dan  masih  dipercaya  itu,  tak  ada  salahnya
               kalau dikutip sepenuhnya.

               Pasal 8. MASYARAKAT DAN SENI
               Bagaimana  bergantungnya  SENI  pada  MASYARAKAT  itu,  sekarang
               sudah lebih umum kita ketahui di Indonesia ini dari pada beberapa tahun
               dahulu.  Tiadalah  SENI  itu  kita  anggap  lagi  suatu  barang  yang  semata-
               mata hasil idaman, impian dan ketukangan seorang ahli seni. Melainkan
               kita  sudah  insyaf,  bahwa  seni  itu  bayangan  masyarakat.  Walaupun
               kadang-kadang jauh melebihi keadaan masyarakat itu sendiri.
               Disini juga ada perlantunan. Begitulah pula mestinya sifatnya seni tulen
               itu. Masyarakat menggambarkan idaman dan cita-citanya seni. Seni yang
               lama-kelamaan  mempunyai  undangnya  sendiri  pula  seperti  semua
               ideologi,  paham  lain-lainnya  mempunyai  undang  sendiri,  juga  seni  itu
               mempengaruhi, sepatutnya memperbaiki masyarakat itu kembali.
               Masyarakat  Indonesia  pada  Zaman  Purbakala  pun  sudah  menimbulkan
               ahli arca, peulpture. Tidak saja diatas Gunung Dieng, dipertemukan Kali
               Progo  dan  Elo,  di  Kediri,  Bali,  Sumatera,  Borneo,  dan  Semenanjung
               Tanah  Malaka,  kita  bertemukan  bermacam-macam  patung  yang
               menggambarkan idaman dan cita-cita  yang  berdasarkan Hinduisme dan
               Budhisme, tetapi lama sebelum itu bangsa Indonesia sejati dengan kayu
               atau  bambu,  sudah  bisa  menggambarkan  idaman  masyarakatnya  yang
               berdasarkan Dynamisme dan Animisme. Sekejap kita memandang pada
               patung kayu atau bambu, nenek moyang kita itu seperti sekarang sisanya
               di  pulau  Nias,  di  Batak  atau  Toraja,  kita  sudah  tahu  bawa  patung  itu
               menggambarkan  hantu  yang  murka,  atau  semangat  yang  baik.  Sang
               Hantu  Murka  mesti  dibujuk,  diumpan  dengan  makanan  dan  disembah.
               Semangat yang baik itu mesti diperdekat, diminta pertolongannya dengan
               kurban atau sembah.

               Demikianlah  juga  dari  pagi  sekali  dalam  sejarah  dunia  ini,  idaman,
               pemandangan  filsafat  dan  cita-cita  measyarakat  kita  ini,  sudah






                                                                                         139
   135   136   137   138   139   140   141   142   143   144   145