Page 17 - Tan Malaka - MADILOG
P. 17
(disita – catatan editor) di Manila atau Hongkong oleh polisi, maka hal
itu tiada berarti dia tahu membaca perkataan itu, malah sudah pernah
menjadikan mereka pusing kepala berhari-hari, mengira yang tidak-
tidak.
Dalam buku yang akan ditulis di belakang hari (kalau umur panjang!)
saya kelak bisa meneruskan cerita "jembatan keledai’’ saya ini. Saya
angap "jembatan keledai’’ itu penting sekali buat pelajar di sekolah dan
paling penting buat seseorang pemberontak pelarian-pelarian.
Bukankah seseorang pelarian politik itu mesti ringan bebannya,
seringan-ringannya? Ia tak boleh diberatkan oleh benda yang lahir,
seperti buku ataupun pakaian. Hatinya terutama tak boleh diikat oleh
anak isteri, keluarga serta handai tolan. Dia haruslah bersikap dan
bertindak sebagai "marsuse’’ (angkatan militer siap gempur – catatan
editor) yang setiap detik siap sedia buat berangkat, meninggalkan apa
yang bisa mengikat dirinya lahir dan batin.
Ringkasnya walaupun saya tiada berpustaka, walaupun buku-buku saya
terlantar cerai-berai dan lapuk atau hilang di Eropa, Tiongkok, Lautan
Hindia atau dalam tebat di muka rumah tuan Tan King Cang di Upper
Seranggoon Road, Singapura, bukanlah artinya itu saya kehilangan
"isinya’’ buku-buku yang berarti.
Tetapi barang yang lama itu tentu boleh jadi rusak. Catatan atau makna
yang saya kemukakan dari pikiran orang lain boleh jadi tiada cukup atau
bertukar arti. Dalam hal ini sekali lagi saya minta maaf dan simpati.
INGATAN
Kitab ini adalah bentuk dari paham yang sudah bertahun-tahun
tersimpan di dalam pikiran saya, dalam kehidupan yang bergelora.
Disinilah dikerangkakan arti dan daerahnya materialisme, arti dan
daerahnya dialektika, serta arti dan daerahnya Logika. Selain dari
pada itu, akan dijelaskan pula seluk-beluk dan kena-mengenanya
materialisme, dialektika dan logika, satu sama lainnya.
Baikpun materialisme ataupun dialektika, bahkan juga logika, masing-
masing mempunyai lapangan dan tafsiran berjenis-jenis. Materialisme
itu bisa ditafsirkan dengan cara yang mekanis secara mesin mati atau
kematian mesin. Malah kaum mistika, kaum gaibpun bisa
mempergunakan materialisme itu, buat memperlihatkan keulungan-
sulapnya atau sulap-keulungannya.
Dialektika yang berdasarkan pikiran dan kegaiban, yang pada Hegelisme
melambung sampai ke puncak, masih terus menerus dipakai sebagai
perkakas buat meluhurkan rohani dan merohanikan keluhuran. Pemikir
16