Page 21 - Tan Malaka - MADILOG
P. 21

Kebanyakan persoalan bisa diselesaikan dengan logika, undang
             berpikir  saja.  Dalam  kehidupan  kita  sehari-hari  yang
             berhubungan dengan makan minum, pulang pergi, jual beli dan
             1001 perkara berhubung dengan pergaulan kita dengan sahabat,
             anak dan istri, tiadalah kita dipusingkan oleh dialektika.
             Kenyang  tiadalah  mengandung  arti  lapar,  seperti  menurut
             dialektika.  Kalau  si  anak  menangis,  si  ibu  memberikan  air
             teteknya  dengan  segera.  Dia  tiadalah  pikirkan  lebih  dahulu
             bahwa  pengertian  menangis  itu  mengandung  pengertian
             tertawa, dan lapar itu ada terkandung pengertian kenyang. Yang
             satu  sama  lainnya  tiada  boleh  dipisahkan,  seperti  dalam  cara
             berpikir yang berdasarkan dialektika.

             Dalam  sekolah  rendah  atau  menengahpun  kita  berkali-kali
             bertarung pada cara berpikir yang berdasarkan logika. Hitungan
             yang  kita  mesti  jalankan,  pengalaman,  experimenten,  dalam
             ilmu alam dan ilmu pisah yang sang guru lakukan di depan kita,
             semuanya mengandung logika. Walaupun dalam dialektika pada
             satu saat uap itu sama dengan air jadi tiada berpisah melainkan
             berpadi,  jadi  air  sama  dengan  uap  tiadalah  kita  mengadakan
             perhitungan atas dasar dialektika ini. Air tetap air buat kita dan
             mempunyai sifat air, bukan uap yang mempunyai sifat uap pula.

             Tetapi  kalau  kita  mengaji  lebih  dalam,  kalau  kita  mengaji  ada
             atau  tak-adanya  barang,  mengaji  seluk-beluk,  asal  dan
             akibatnya sesuatu barang, tegasnya kalau kita tenggelam dalam
             ombak  gelora  filsafat,  ke  dalam  persoalan  yang  berhubungan
             dengan  alam,  masyarakat  politik,  yang  hilang  atau  timbul,
             bergerak dan berhenti, pada waktu yang singkat atau lama, pada
             perkara  yang  berseluk-beluk,  maka  kita  tiada  bisa  sampai  ke
             ujung dengan perkakas logika semata-mata. Kita mesti memakai
             dialektika. Malah dialektikalah yang terutama.

             Ahli filsafat yang jawa, ahli politik atau ahli siasat yang cerdas
             ahli  ekonomi  yang  sempurna,  mesti  memakai  senjata-
             pertentangan,  seperti  senjata  dalam  pepatah  Indonesia:  yang
             tajam  balik  bertimbal,  kalau  tak  ujung  pangkal  mengena.  Ahli
             filsafat  mesti  selalu  berjalan  di  antara  kedua kutub,  utara  dan
             selatan,  ujung  dan  pangkal,  ya  dan  tidak,  ada  dan  tak-ada.
             Sebentar dia bisa cemplungkan otaknya ke dalam ada, sebentar




             20
   16   17   18   19   20   21   22   23   24   25   26