Page 271 - Tan Malaka - MADILOG
P. 271

menyerahkan kursinya pada Maha Dewa Surya, walaupun sudah 32 atau
             lebih  pun  Dewa  dikalahkannya,  apalagi  akan  dengan  ikhlas  hati
             menyerahkan  daerah  kekuasaan  serta  rakyat  dan  familinya,  bulat
             langsung pada Dewa Surya yang datang menyerbu itu.
             Barangkali ada peperangan yang seru, sengit terjadi. Tetapi kita tak dapat
             mengetahui, karena kita tak semua diberi tahu oleh kaum Brahmana itu.
             Lagi pula ahli  Barat  mengakui, bahwa Kitab Veda itu ada  yang  hilang
             bagiannya.  Tetapi  bagaimanapun  juga  dengan  perkelahian  atau  tipu
             muslihat,  Brahmanaisme  bisa  mengadakan  perdamaian:  kepercayaan
             bangsa  Non-Arya  menerima  bagian  dari  kepercayaan  dan  Hantunya
             bangsa  yang  bukan  bangsa  Arya  itu.  Brahmanaisme  penuh  dengan
             perdamaian. Tetapi tak perlulah semuanya diceritakan disini.

             Perdamaian  bangsa  Arya  atau  campuran  Arya  dengan  beberapa  bangsa
             yang bukan bangsa Arya itu sudah kita ketahui juga, yakni di Indonesia
             ini.  dunia  bagian  lainpun  mengetahui  Tiga  Serangkai  lain  dari  Tiga
             Serangkai  Surya,  Agni  dan  Indra  tadi.  Tiga  Serangkai  yang  lebih
             diketahui  itu  ialah  Brahma,  Wisnu,  dan  Shiwa.  Shiwa  dianggap  Dewa
             Perusak  (destoyer);  Wisnu,  Dewa  Pemelihara  (preserver)  dan  Brahma,
             ialah  pembangun,  Pembikin  (creator)  Alam  Raya,  ketua,  Yang  Maha
             Kuasa,Yang Tunggal.

             Menurut  Encyclopaedia  Britannica,  perdamaian  itu  dianggap  sebagai
             hasil filsfaatnya kaum Brahmana semata-mata. Brahma, ialah Maha Jiwa
             itu  dianggap  terlampau  halus  (terpisah)  oleh  ramai.  Ramai  menyukai
             yang  nyata,  yang  lebih  gampang  dimengerti,  Yang  Gagah  atau  Yang
             Pencinta.  Sebab  itu  menruut  Enc.  Brt,  kaum  Brahmanalah  yang  cerdik
             memasukkan Para Dewa atau Hantu yang disukai ramai. Seperti Shiwa
             umpamanya,  mulanya  berbentuk Dewa pujaan ramai, seperti Brahmana
             yang  cerdik,  memasukkan  Shiwa  itu  kedalam  kitabnya.  Dengan  begitu
             mendapat akuan dari kitabnya. Disini cara berpikir kaki diatas, kepala
             dibawah  pada  pihak  pemikir  burjuis  kelihatan  pula.  Menurut  Madilog,
             maka perdamaian itu bukan hasil k e c e r d i k a n melainkan sebaliknya
             hasil  pertaruan  antara  Kasta  Brahmana  dan  Kasta  Bawah,  dan  antara
             Bangsa  Arya  dengan  bukan  Arya.  Pertarungan  itu  mestinya  lama,  dan
             keuda pihak mesti mempunyai kekuatan. Kalau Kasta Brahmana terkuat
             bisa  menang  sempurna,  dengan  menghancur  luluhkan  Kasta  Rendah
             dan/atau bangsa bukan Arya, maka Kasta Brahmana itu tak perlu menarik
             Dewa atau Hantu manapun yang bukan Arya.






             270
   266   267   268   269   270   271   272   273   274   275   276