Page 17 - Asas-Asas dan Dasar-Dasar Tamasiswa
P. 17

16


                       bahwa dalam dalam susunan “Panca-dharma” kita betulnya patut dimasukkan pula

                       dasar  kekeluargaan,  yang  unik  bagi  Taman  Siswa,  dan  sungguh  penting  karena  di

                       dalamnya terkandung dasar-dasar demokrasi dan keadilan sosial).

                   4.  Tentang  sebutan  “Ibu”  dan  “Bapak”:  murid-murid  menyebut  “bapak”  atau  “ibu”
                       kepada guru-gurunya laki-laki atau perempuan, ini tidak saja kita anggap perlu sebagai

                       cara yang “formal”, namun pula sebagai “prinsip”. Guru, yang kita beri kedudukan

                       sebagai “pamong”, seharusnyalah sekaligus kita anggap “bapak” atau “ibu” terhadap
                       murid-muridnya.  Sebutan-sebutan  lama,  yaitu:  tuan,  nyonya,  nona  (meneer,

                       mevrouw atau juffrouw atau di daerah Jawa: mas behi, den behi, bahkan ada yang

                       menggunakan sebutan “ndoro”, harus dikeluarkan dari alam perguruan kita. Selain itu

                       guru-guru muda kita menggunakan sebutan itu kepada guru-guru tua kita. kAKdat ini

                       belum pernah kita jadikan “peraturan” yang tertulis, namun segera dipakai di seluruh
                       perguruan-perguruan  kita  se  Indonesia.  Kini,  sebagaimana  diketahui,  sebutan  ini

                       sudah dipakai di dalam masyarakat kita di seluruh Indonsia; bahkan diinstruksikan

                       secara resmi oleh pemerintah kita, mulai pemerintah kita dalam Republik Indonesia
                       yang  dulu  sampai  yang  sekarang,  sebagai  sebutan  yang  diwajibkan  kepada  semua

                       pegawai yang muda terhadap yang tua, di samping pemakaian sebutan “saudara”.

                   5.  Tentang  sebutan “demokrasi”  dan  “leiderschap”,  yang  bermaksud:  janganlah  apa

                       yang biasanya disebut demokrasi secara Barat dioper secara mentah-mentah, namun

                       harus ditempatkan di bawah pimpinan kebijaksanaan, ionipun mengenai prinsip juga,
                       yaitu berkaitan dengan asas “tertib-damai”. Janganlah kekuasaan jumlah suara, yaitu

                       yang  terkenal  sebagai  “1/2  tambah  1”,  menggoncangkan  tertib-damainya  hidup

                       Bersama. Kini zamannya “keadilan social”, bukan lagi zamannya “hak penguasa bagi
                       yang  terkuat”  atau  “het  Recht  van  de  Sterkste”.  Semboyan  “demokrasi  dan

                       leiderschap” itu adalah salah satu bekal dari Taman Siswa juga, yang kemudian dapat

                       menjelma memasuki pelbagai peraturan kita.

                   6.  Tentang  sebutan  “organisatoris”  dan  “organis”:  ingat  saja  Ki  Tjokrodirdjo  yang

                       pertama  kali  mengingatkan  kepada  kita,  bahwa  “organisatoris”  berarti  “menurut
                       peraturan yang ada”. Ini baik dan seharusnya ditaati. Akan tetapi kalau ada peraturan

                       yang  salam,  yaitu  tidak  dapat  menggampangkan  laku,  bahkan  kadang-kadang

                       menyukarkan,  atau  menyalahi  kenyataan  atau  kebenaran,  maka  manusia  yang
                       menjalankannya  wajib  bertanggung-jawab.  “Organisatoris”  yang  tidak  “organis”
   12   13   14   15   16   17   18   19   20   21   22