Page 21 - Asas-Asas dan Dasar-Dasar Tamasiswa
P. 21
20
negeri untuk minta izin akan terus dibukanya perguruan-perguruan Taman Siswa di
seluruh Indonesia. (Menurut undang-undang baru yang disebut “Wilde Scholen-
ordonnantie” sebetulnya harus minta izin lebih dulu). Kita menang: “O.O.” atau
“Onderwijs ordonnantie” ditarik kembali.
b. Sikap Taman Siswa terhadap peraturan “Kindertoelage”: menuntut supaya anak-anak
yang orang tuanya jadi pegawai negeri, dapat juga “uang-tunjangan-bersekolah”,
sebab orang tua muridlah yang berhak memilih sekolahan bagi anak-anaknya sendiri.
Dalam perlawanan tersebut kita memperoleh kemenangan, sekalipun untuk itu
pemerintah Hindia Belanda, “terpaksa” mengakui Taman Siswa, sungguhpun hanya
sebagai “Sekolah Desa”.
c. Kita menolak tawaran untuk mendapat “subsidie”, meskipun dalam hal itu kita dapat
dibebaskan dari peraturan-peraturan subsidie biasa.
d. Kita menolak membayar pajak rumah tangga, karena sekolah kita bukan kepunyaan
seseorang, namun berdiri sebagai “Wakaf-Merdeka”. Barang-barang dilelang sedang
pada saat akan dimulaikannya lelangan itu saya berpidato untuk menyatakan salahnya
pihak pemerintah. Kemudian uang “pajak rumah-tangga” dikembalikan.
e. Kita menolak membayar pajak-upah, karena kita bukan kaum buruh yang bekerja
untuk majikan. Peraturan pajak-upah tidak jadi dikenakan bagi anggota-anggota
perguruan Taman Siswa.
Demikianlah seterusnya. Tidak perlu segala pengalaman kita cantumkan di sini;
cukuplah contoh-contoh seperti yang tersebut di atas, yang hanya kita ambilkan dari
pengalaman-pengalaman sikap atau laku tindakan-tindakan atau perbuatan-perbuatan yang
berkaitan dengan caranya kita menegakkan asas kita yang terpenting, yaitu asas
kemerdekaan kita.