Page 22 - Asas-Asas dan Dasar-Dasar Tamasiswa
P. 22
21
7. SEMBOYAN-SEMBOYAN dan PERLAMBANG
Sebagaimana diketahui Taman Siswa selalu mengutamakan semboyan-semboyan
serta perlambang-perlambang, yang kita masukkan ke dalam ajaran-ajaran Taman Siswa
untuk memperlengkapi segala pengajaaran dan pendidikan, yang diberikan sebagai
pengetahuan atau peraturan. Ini perlu karena ajaran-ajaran, pengetahuan dan peraturan itu
biasanya yang menerima dalam jiwa anak-anak ialah fikirannya dan seringkali tidak sampai
memasuki perasaan anak-anak dengan dalam-dalam. Sebalikhya sesuatu semboyan itu
langsung menuju ke arah hati manusia. Semboyan tidak lain dari pada kenyataan yang
termuat dalam satu dua kalimat, kadang-kadang dalam satu dua perkataan saja, namun jelas
artinya dan mudah diterima orang, sekalipun hanya bersifat “kesimpulan-kesimpulan”, yang
terdapat di dalam semboyan-semboyan tadi. Kesimpulan-kesimpulan itu tidak saja mudah
dimengerti namun juga mudah diingat.
Dalam hal ini baik juga diketahui, bahwa semboyan-semboyan tadi ada juga yang agak
Panjang, namun gampang pula untuk diingat-ingat dan biasanya digemari anak-anak, yaitu
yang berupa nyanyian atau sajak yang terdiri dari satu, dua atau tiga bait saja.
Selain semboyan-semboyan yang dimaksudkan itu ada pula perlambang-perlambang
yang kita masukkan ke dalam ajaran-ajaran ketamansiswaan untuk memperkuat asas-asas
dan dasar-dasar kita. Sebenarnya tiap-tiap “semboyan” itu sudah merupakan “perlambang”
yang khusus, sebab perlambang itu dapat berbentuk sastra, dapat juga berupa lukisan atau
wujud kesenian lainnya. “Perlambang itu sebetulnya suatu gambaran angan-angan
(voorstellingsbeeld) dalam jiwa manusia yang mempunyai bentuk keindahan dan berupa
ajaran-bayangan sejenis teka-teki. Inilah kiranya yang menyebabkan orang gemar pada
perlambang-perlambang tadi, sedangkan “menebak” artinya atau isinya teka-teki itu tidak
saja digemari, namun amat berguna pula, bagi perkembangan rasa dan fikiran. Mencari
sendiri dan mendapat, itulah “self-education” yang sesuai dengan asas “tut wuri handayani”.
Mengucapkan atau mendengar suatu semboyan atau melihat suatu perlambang itu
sudah berarti mengenangkan suatu ajaran kebajikan atau kesusilaan, yang dipentingkan dan
dijunjung tinggi juga ditaati dan dipatuhi biasanya. Seakan-akan orang dihadapkan (di-
confronteer) dengan pusat rasa kesucian dan rasa keadilannya (geweten-nya). Sehingga