Page 23 - Asas-Asas dan Dasar-Dasar Tamasiswa
P. 23
22
samalah maksud serta nilainya semboyan-semboyan dan perlambang-perlambang itu dengan
“janji-janji suci” atau “sumpah” terhadap pusat rasa batin manusia.
Marilah kita tinjau beberapa semboyan dan perlambang yang telah kita masukkan ke
dalam hidup ketamansiswaan tadi, dengan catatan, bahwa tidak semuanya terkenal oleh
semua angkatan-angkatan Taman Siswa, karaena yang satu biasanya mementingkan
semboyan-semboyan tertentu, lain dari pada yang dipentingkan angkatan yang lain.
Semboyan-semboyan tadi berasal dari beberapa para pengetua anggota kita, di antaranya
Bapak-bapak Tjokrodirdjo, Pronowidagdo, Sutopo Wonoboyo; ada juga yang berasal dari para
marhum Bapak Sutatmo Suryokusumo, dan kBapak Suryoputro, dan lain-lain. Bahkan ada
pula yang merupakan peninggalan dari ayah-ayah para pemimpin kita dan atau dari nenek
moyang rakyat kita umumnya.
1. Semboyan: Lawan Sastra Ngesti Mulya, menjelaskan maksud berdirinya Taman Siswa
pada tahun 1922; menurut adat kesusastraan Jawa ada perlambang-perlambang,
yang menurut perkataan-perkataan dan kalimatnya menunjukkan angka tahun Caka,
sedangkan kalimatnya mempunyai arti yang berkaitan dengan suatu kejadian atau
peristiwsa penting. “Lawan” mempunyai nilai “dua”, “sastra” sama dengan “lima”,
adapun “ngesti” menjukkan angka “delapan” dan “mulya” angka “satu”. Caranya
mengartikan yaitu urutan angka-angka tadi dibalik. Sehingga terdapat angka 2581,
yang kalau dibalik menjadi 1852. Pada tahun Caka itulah Taman Siswa pertama kali
berdiri. Terjemahan semboyan tersebut ialah: dengan kecerdasan jiwa menuju ke arah
kesejahteraan.
2. Semboyan: Suci Tata Ngesti Tunggal, dengan cara tersebut di atas menjadi angka
1854. Pada tahun Caka itu, yang bersamaan dengan tahun Masehi 1923, terjadilah
Persatuan Taman Siswa. Artinya mudah kita pahami, yaitu: dengan kesucian batin dan
teraturnya hidup lahir kita mengejar kesempurnaan. Di sini “tunggal” dapat juga
diartikan “satu”, sehingga kalimat-kalimatnya dapat diterjemahkan sebagai Kesucian
dan Ketertiban menuju Kesatuan.
3. Semboyan: Tut Wuri Handayani, yang berarti “mengikuti di belakang sambil memberi
pengaruh”. Maksudnya ialah: jangan menarik-narik anak dari depan; biarkanlah
mereka mencari jalan sendiri; kalau anak-anak salah jalan, barulah si-pamong boleh