Page 20 - Asas-Asas dan Dasar-Dasar Tamasiswa
P. 20
19
6. SIKAP dan LAKU, TINDAKAN dan PERBUATAN
Tentunya Panitia Mangunsarkoro mengingati juga pengalaman-pengalaman Taman
Siswa semenjak berdirinya sampai tahun 1946/’47. Kita semua dapat mengerti akan guna dan
faerdahnya tiap-tiap contoh kebaikan kepada orang-orang lain. Dipandang dari sudut
“massapsychologis” meman ada suatu kenyataan, bahwa orang banyak atau “massa” itu
sebenarnya selalu membutuhkan tuntunan dari seorang “pemimpin” atau suatu “pimpinan”
yang ditaati dan dipatuhi. Bagi mereka yang sudah boleh dipandang orang-orang yang
memiliki kecerdasan pribadi biasanya pun masih diperlukan adanya “pedoman” dari
kaumnya. Tuntunabn tadi biasanya dibutuhkan pada saat-saat yang tertentu, misalnya saat-
saat mereka kehilangan ketenangan atau, dalam hal-hal yang tertentu itu, mereka
kekurangan keinsyafan, kekurangan pengertian atau kekurangan contoh teladan. Di sinilah
sangat perlunya pelbagai ajaaran yang terkandung dalam peristiwa-peristiwa yang tertentu
itu di samping ajaran-ajaran dengan kata-kata atau teori-teori. Sungguh benar isi peribahasa
dalam Bahasa Belanda, yang berbunyi: “Woorden wekken, voorbeelden trekken”, yang
artinya: “Kata-kata itu menyadarkan, contoh-contoh teladan itu menarik”.
Berhubung dengan kenyataan psikhologis ini maka baiklah diketahui, bahwa di dalam
alam Taman Siswa ada banyak contoh-contoh sikap dan laku serta tindakan-tindakan yang
menunjukkan dengan jelas dan terang asas-asas apakah an dasar-dasar apakah yang terdapat
di dalam segala sikap, tindakan, perbuatan dan laku yang terkandung di dalam berbagai
pengalaman Taman Siswa, yang biasanya terus tersimpan di dalam kenang-kenangan.
Pengalaman-pengalaman yang berharga atau bernilai misalnya:
Menegakkan asas kemerdekaan dengan:
a. Menolak segala perintah, paksaan, atau tekanan, yang jika dituruti pasti akan
melenyapkan kebebasan Taman Siswa. Apabila tidak mungkin menolaknya, karena
membahayakan terus berdirinya Taman Siswa, melakukan sikap “non-cooperation”
secara sikap almarhum Mahatma Gandhi dengan “lijdelijk verzet” dan “non violens”-
nya. Contoh-contoh: menyerahkan kepada polisi sendiri untuk menurunkan gambar
Diponegoro, menurunkan bendera “Merah-Putih”, menghalang-halangi anak-anak
memasuki halaman perguruan (pada hari 31 Agustus*]). Yang terpenting dalam soal
menegakkan asas Kemerdekaan ini ialah: ketika Taman Siswa dengan dibantu oleh
segenap partai-partai politik dan golongan-golongan lainnya tidak melakukan perintah