Page 224 - Seribu Alasan untuk Mati Hari Ini dan Kumpulan Cerpen
P. 224

Kau khianati cinta, tetapi karmanya selalu ada, demikian
            kalimat yang ibuku ucapkan.

            Kini, tiga saudaraku sudah tumbuh dewasa dan membina
            rumah tangga  mereka masing-masing. Di  masa tuanya,
            ibu  habiskan  dengan  berpindah,  menetap  sementara
            waktu  di  rumah  kesemua  anaknya  secara  bergiliran.
            Kejutan lainnya, tentu saja, mereka menentang maksud
            ibu  untuk  bertemu  aku  di  penjara.  Siapa  yang  sudi
            mengaku punya saudara seorang pembunuh sadis yang
            divonis mati seperti aku? Masyarakat saja akan mencibir.

            Ya, aku dianggap tidak lebih dari sampah. Sama hinanya
            dengan kecoak yang ketika melintas di ruang kamarmu,
            akan segera ingin kamu lenyapkan, lumat dengan tapak
            kaki atau benda apa saja yang bisa kamu pegang untuk
            memukul.

            “Waktu  kunjungan  sudah  habis,”  kata  pengawas  yang
            masuk kembali ke ruangan itu.


            “Cepat  sekali,  nak!  Ibu  masih  ingin  bercerita  dengan
            kamu…” Protes ibuku.

            “Di penjara ini, waktu kunjungan justru biasanya satu atau
            dua jam saja, bu. Masih ada besok,” kataku sambil berdiri
            dan memegang kedua tangannya, menciumnya.

            “Besok ibu masak sesuatu yang enak untuk kamu ya, nak.
            Kamu tidak alergi pada makanan tertentu kan?”

            “Semuanya aku makan,  bu!” jawabku sambil tersenyum
            dan menjauh darinya.
                                     222
   219   220   221   222   223   224   225   226   227   228   229