Page 124 - Pemikiran Agraria Bulaksumur Telaah Awal atas Pemikiran Sartono Kartodirdjo Masri Singaarimbun dan Mubyarto
P. 124
Pemikiran Masri Singarimbun
melihat nasib orang-orang kecil yang tergilas pusaran roda
pembangunan. 25
Dapat dikatakan studi kasus Sriharjo itu merupakan tilikkan
awal tentang kemiskinan di pedesaan. Temuan itu menyangkal
pernyataan-pernyataan sloganistik yang mencitrakan Indonesia
sebagai negeri kaya yang tak memiliki persoalan penduduk dan
penghidupannya. Tilikkan utama penelitian itu adalah hubungan
antara jumlah tanah yang tersedia dengan kelebihan penduduk.
Kelebihan penduduk dimanapun akan berarti tidak cukup bagi
sebagian besar orang untuk dapat hidup secara layak. Di daerah
pertanian “tidak cukup” akan berarti tidak cukup tanah, tidak
cukup pekerjaan, tidak cukup pembayaran bagi pekerjaan yang
dikerjakan, dan tidak cukup pelayanan pendidikan dan
kesehatan. Sedangkan pemahaman arti cukupan bagi mereka
sangat sederhana, yaitu jika seseorang dapat mengolah 0,7 ha
sawah tadah hujan dan sebidang tanah darat, misalnya 0,3 ha,
dimana ia dapat menanam kelapa, buah-buahan dan pohon-
pohanan lainnya, dan sayuran sekadarnya, rempah-rempah dan
keperluan rumah tangga lainya. Dalam jangka waktu 70 tahun
penduduk telah meningkat hampir tiga kali lipat; di Sriharjo luas
tanah rata-rata per keluarga telah menyempit menjadi kurang
25 Keberpihakan ini jelas terlihat dalam suatu pernyataan Masri tentang
pembangunan saat itu. “Celakanya, melejitnya pola konsumsi ini tidak didukung
kemajuan pola produksi. Akhirnya kemiskinan semakin membengkak.
Swasembada menjadi ilusi. Dengan sederet kalimat—yang dibawa usaha
pembangunan—iklan telah menjungkirbalikkan tatanan yang selama ini
dipertahankan. Semua ini terjadi karena perencana pembangunan atau pembuat
keputusan tidak pernah menghayati kehidupan penduduk miskin”. “Apa
Pendapat Mereka Mengenai Pembangunan dan Kemiskinan di Pedesan”,
Kompas, Selasa, 23 Januari 1979.
105