Page 168 - Pemikiran Agraria Bulaksumur Telaah Awal atas Pemikiran Sartono Kartodirdjo Masri Singaarimbun dan Mubyarto
P. 168

Pemikiran Masri Singarimbun
               dibayarnya dan yang lain lagi bahkan harus menjual hasil sawah
               sebelum tanamannya siap untuk dipanen. Pada akhirnya, ekono-
               mi kelangkaan (economy of scarcity) ini menempatkan orang-or-
               ang miskin itu pada posisi khusus dalam relasinya dengan orang
               lain yang strata ekonominya lebih tinggi. Sebagai orang yang posi-
               sinya lebih secara sosial, para buruh itu di bawah kondisi kelang-
               kaan menerima prinsip-prinsip kekuasaan; ia menerima posisi
               subordinasinya, dan tanggungjawab sesuai dengan posisi subor-
                       88
               dinasinya.  Dari sini relasi sosial yang disebut dengan patron-
               klien muncul sebagai bentuk ketimpangan pemilikan properti.
                   Di tahun 1981, Masri melihat bagaimana hubungan positif
               antara kepadatan penduduk dengan meningkatnya jumlah buruh
               tani yang juga bagian dari sebab kurangnya kesempatan kerja
               yang seharusnya disediakan pemerintah. Jumlah petani gurem
               di Indonesia yang meningkat 5 kali lipat dari jumlah tahun 1973,
               sebenarnya sudah bisa diramalkan karena beberapa faktor. Per-
               tama, sistem pemilikan tanah keluarga yang dipecah-pecah untuk
               warisan, di samping bertambahnya jumlah penduduk absolut
               yang mencari perkerjaan yang tidak sebanding dengan kesem-
               patan kerja yang tersedia. Sistem pewarisan yang seperti ini
               menyebabkan pemilikan tanah menjadi semakin sempit, yang
               semula 1 ha dipecah menjadi 1,5 ha, kemudian dipecah lagi
               menjadi 1,4 ha, dan seterusnya sesuai dengan pertambahan
               penduduk maka proses itu tidak dapat dihindarkan. Kedua, ada
               gejala polarisasi di mana yang kaya membeli tanah milik orang
               miskin yang mengalami kesulitan ekonomi sehingga akhirnya
               petani kecil itu kehilangan sama sekali tanahnya dan menjadi



                   88  Masri Singarimbun, “Some Concequnces of Population Growth in
               Java,” Op.cit., p. 13-14.

                                                                  149
   163   164   165   166   167   168   169   170   171   172   173