Page 189 - Pemikiran Agraria Bulaksumur Telaah Awal atas Pemikiran Sartono Kartodirdjo Masri Singaarimbun dan Mubyarto
P. 189

Pemikiran Agraria Bulaksumur
            selalu—dengan tujuan menurunkan fertilitas dan tingkat pertum-
                          118
            buhan populasi.  Pendekatan “kontrol populasi” akan menga-
            takan kepada masyarakat, “di negara ini banyak sekali orang,
            perempuannya punya banyak sekali anak, anda tidak bisa lepas
            dari kemiskinan kalau banyak sekali mulut yang harus diberi
            makan. Anda punya tanggungjawab untuk membuat diri anda,
            anak anda, dan negara anda lebih baik. Karena itu anda harus
            membatasi kelahiran. Cara terbaiknya adalah menggunakan pil/
            IUD/injeksi/sterilisasi. Anda akan jauh lebih sejahtera dan lebih
            produktif kalau hanya memiliki dua anak saja”. Sedangkan pen-
            dekatan “kontrol kelahiran” menekankan aspek lain, “anda bisa
            dengan mudah mengendalikan kelahiran anak, ada banyak cara
            untuk itu, baik dan buruknya cara itu begini dan begitu, silahkan
            anda pikirkan dan pilih mana yang terbaik bagi anda.” 119


            C. Pemikiran Masri dan Studi Agraria Indonesia
                Menelusuri pergulatan Masri dengan problem populasi di
            Indonesia terlihat bagaimana ia tidak dapat mengabaikan realitas
            kemiskinan di pedesaan, sesuatu yang tidak bisa dielakkan untuk
            dipertimbangkan meskipun kajian utamanya adalah masalah per-
            tumbuhan populasi dan bagaimana mengatasinya. Studi demografi
            ini juga membawanya mau tidak mau melihat hubunganya
            dengan ketersediaan pangan, tanah pertanian, dan pertumbuhan
            ekonomi. Kemiskinan, bagaimanapun, sangat mempengaruhi
            penerimaan masyarakat terhadap program keluarga berencana
            dan kesuksesan program ini. Meskipun kesimpulan Masri sangat
            khas seorang demografer, yaitu hampir semua persoalan



                118  Ibid., p. 105-113.
                119  Ibid., p. 111.

            170
   184   185   186   187   188   189   190   191   192   193   194