Page 193 - Pemikiran Agraria Bulaksumur Telaah Awal atas Pemikiran Sartono Kartodirdjo Masri Singaarimbun dan Mubyarto
P. 193
Pemikiran Agraria Bulaksumur
atau sesedikit apapun jumlahnya dapat tetap menjadi miskin ketika
dalam relasi sosial-politik-ekonomi tertentu penguasaan sumber
dayanya tidak adil, karena mereka tidak mendapat akses yang sama
terhadap pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya yang ada.
Di era 1970-an, intelektual yang memiliki laboratorium kajian
di daerah pedesaan berhasil mengungkapkan kritik terhadap
pandangan umum tentang situasi pedesaan. Visi pertama tentang
situasi pedesaan yang dominan di kalangan perumus kebijakan,
akademisi dan elite urban, adalah menggambarkan masyarakat
agraris pedesaan (terutama Jawa) yang terdiri dari komunitas
peasant atau petani kecil yang egaliter atau homogen. Mereka ber-
tani sekedar untuk menyambung hidup dan cukup terisolasi dari
ekonomi pasar. Pandangan ini dikritisi intelektual yang banyak
bergelut dengan kondisi pedesaan. Temuan mereka menunjukkan
bahwa masyarakat desa Indonesia sejak awal abad 20 banyak
tergantung pada ekonomi uang. Itu di satu sisi, di sisi lain berlang-
sung pula proses diferensiasi sosial yang menunjukkan muncul-
nya kelas-kelas agraris berdasarkan perbedaan akses terhadap
tanah, termasuk kelas petani tanpa lahan yang jumlahnya semakin
banyak di berbagai wilayah. 124
Simpulan Masri dari penelitiannya di pedesaan Jawa tidak jauh
berbeda dari pandangan di atas. Namun ia, sebagai demografer,
meletakkan sebab musababnya pada pertumbuhan populasi
pedesaan yang meningkat. Dalam sebuah tulisan bertajuk “Beberapa
Aspek Kependudukan dan Land Reform”, dia mengungkapkan
perubahan kepadatan penduduk paralel dengan laju pertumbuhan
124 Benjamin White, “Di Antara Apologia Diskursus Kritis: Transisi
Agraria dan Pelibatan Dunia Ilmiah di Indonesia,” dalam Vedi R. Hadiz dan
Daniel Dhakidae, (ed.), Op.cit., hlm.10.
174