Page 283 - Pemikiran Agraria Bulaksumur Telaah Awal atas Pemikiran Sartono Kartodirdjo Masri Singaarimbun dan Mubyarto
P. 283

Pemikiran Agraria Bulaksumur
            berusaha keras mengadopsi konsep-konsep mekanika a la New-
            ton dalam kajian-kajiannya, meski hasilnya sering kali sangat
            tidak cocok dengan realitas sesungguhnya. Jadi, secara episteme
            ia berpijak di atas dasar yang bukan miliknya sendiri, dan secara
            teknis ia mengadopsi perangkat-perangkat yang tidak sepenuh-
            nya relevan.
                Persoalan-persoalan itu bukannya tak disadari. Hanya saja,
            keinginan untuk mengejar gengsi ternyata lebih kuat ketimbang
            pertanggungjawaban ilmiah bahwa telah terjadi distorsi dalam
            penggunaan model-model tadi. Sehingga, tanpa malu-malu, di
            lingkungan ilmu ekonomi, misalnya, banyak ekonom kemudian
            lebih suka membonceng legitimasi ilmu lain (dalam hal ini
            matematika) untuk mendekati “standar” sofistikasi dari fisika
                108
            tadi.  Pandangan positivis ini tentu saja menuai kritik. Penega-
            sian variabel-variabel sosial dalam analisis ekonomi mau tidak
            mau berarti mengandaikan ekonomi seolah hidup dalam ruang
                  109
            vakum.  Tak heran, jika kemudian kita mendapati keberjarakan
            yang cukup lebar antara analisis teoritik dengan implikasi praktik
            ekonomi yang sebenarnya. Kritik yang dilontarkan Galbraith
            berikut cukup tegas menggambarkan apa yang sedang terjadi
            pada ilmu ekonomi.


                “… With increasing complexity goes an impression of increasing preci-
                sion and accuracy. And with resolved perplexity goes an impression of

                108  Lihat pidato pengukuhan Sukadji Ranuwihardjo, Teori, Model, dan
            Masalah Pembangunan Ekonomi (Yogyakarta: BPFE, 1981), hal. 5.
                109  Persoalan mengenai “ruang vakum” ini misalnya dipersoalkan oleh
            Roekmono Markam, dalam pidato pengukuhannya. Lihat Roekmono, op.cit..
            Francis Fukuyama juga mengkritik persoalan serupa dalam bagian pendahuluan
            bukunya, Trust: Kabajikan Sosial dan Penciptaan Kemakmuran, (Yogyakarta:
            Qalam, 2002), hal. xvii-xviii.

            264
   278   279   280   281   282   283   284   285   286   287   288