Page 309 - Pemikiran Agraria Bulaksumur Telaah Awal atas Pemikiran Sartono Kartodirdjo Masri Singaarimbun dan Mubyarto
P. 309
Pemikiran Agraria Bulaksumur
Neoklasik. Dalam pandangannya, ilmu ekonomi Neoklasik telah
berkembang sedemikian rupa dimana perkembangannya itu
semakin menjauhi masalah keadilan, yang merupakan salah satu
“kebutuhan dasar” manusia selain sandang dan pangan. Menge-
nai soal keadilan ini Mubyarto sempat mengutarakan kegusaran-
nya,
“Adilkah kalau harga gabah jatuh di bawah harga dasar? Adil bagi siapa?
Adilkah kalau petani diwajibkan menanami sawahnya dengan tebu pada-
hal ia tahu akan merugi? Adil bagi siapa? Kalau masalah efisiensi selalu
siap ditanggapi oleh ekonom pada umumnya, tidak demikian halnya
dengan masalah pemerataan yang mengandung pengertian keadilan.
Keadilan adalah topik asing dan kadang-kadang “tabu” bagi ekonom.” 154
Lebih jauh, menurut Mubyarto, secara praksis dan teoritis
ilmu ekonomo Neoklasik telah mengalami kegagalan dalam me-
mahami dua persoalan vital di Indonesia, yaitu pertama mengenai
pertanian subsisten, dan kedua mengenai kemiskinan di perdesaan. 155
Pandangan Mubyarto ini sejalan dengan gagasan Hidayat Nata-
atmadja, yang adalah merupakan koleganya di Perhepi, dan
termasuk salah satu penggagas Ekonomi Pancasila. Pada 1974,
Hidayat mempublikasikan tulisan bahwa jika dikaji secara men-
dalam, desa merupakan blank spot theory—atau belakangan dia
menyebutnya sebagai black continent—dimana ilmu ekonomi
Neoklasik dan ilmu sosial lainnya tidak akan bisa digunakan
untuk menerangkan dinamika yang terjadi di dalamnya. 156
154 Mubyarto, “Tanggung Jawab dan Tantangan Ilmu Ekonomi Pertanian”,
dalam Boediono dan Budiono Sri Handoko (eds.), Ekonomi dalam Transisi
(Yogyakarta: BPFE, 1985), hal. 33.
155 Ibid., hal. 27-28.
156 Hidayat Nataatmadja, “Rural Dynamics: Methodological Frame work—
An Existentialist’s Point of View”, dalam Jurnal Ekonomi dan Keuangan Indonesia
290