Page 56 - Pemikiran Agraria Bulaksumur Telaah Awal atas Pemikiran Sartono Kartodirdjo Masri Singaarimbun dan Mubyarto
P. 56

Membaca Ulang Sartono Kartodirdjo
               Indonesia (tahun 1970-an, setelah Seminar Sejarah II). Pada fase
               ini “siasat politik-pengetahuannya” diarahkan pada kekuatan
               internal (rezim Orde Baru), sedangkan fase sebelumnya dengan
               gagasan “integrasi” dan “Indonesiasentris” (Seminar Sejarah I,
               1957) siasatnya diarahkan pada kekuatan luar (Kolonial), sebagai
               upaya dekolonisasi pengetahuan sejarah.


                 Dekolonisasi pengetahuan  Social scientific approach  Sejarah sebagai kritik sosial
                     sejarah
                 Neerlando-centris menuju  Problem oriented  Kritis dalam prosedur ilmiah,
                   Indonesia-sentris  (Seminar Sejarah Nasional II,  sekaligus relevan secara sosial
                 (Seminar Sejarah Naional I,  Yogyakarta, 1970)  (sejarah sebagai kritik sosial)
                   Yogyakarta, 1957)
                   Periodisasi dalam bagan di atas tidak bisa dibaca secara
               terpotong-potong, artinya satu periode meninggalkan periode
               yang lain. Penulisan sejarah untuk tujuan kritik sosial bisa saja
               ditulis dengan pendekatan ilmu sosial dan bercita-rasa Indone-
               siasentris.
                   Lazimnya orang menyebut ciri “mazhab” ala Sartono Karto-
               dirdjo itu terletak pada kemampuannya merekonstruksi realitas
               kelompok marjinal (masyarakat tani-pedesaan) dalam sejarah
               Indonesia, “ruralisasi sejarah”, dan sejarah sosialnya. Saya
               cenderung melihat pencirian itu pada kesadaran politik (politik
               pengetahuan) yang dimainkan oleh Sartono Kartodirdjo. Kesa-
               daran politik pengetahuan ini penting, sebab jika tidak, ilmu
               pengetahuan hanya tersisa menjadi “kerajinan tangan” belaka.
               Ia rentan terinstrumentasi oleh kekuatan di luarnya. Kesadaran
               politik inilah juga yang menurut saya mampu menyelamatkan
               nasib disiplin ilmu sejarah di Indonesia saat itu. Dengan pilihan
               ini Sartono Kartodirdjo sebenarnya sedang berpolitik, bukan
               politik dalam pengertian teknik untuk memperoleh kekuasaan
               dengan cara-cara yang “rasional”, namun politik sebagai
               terjemahan atau turunan atas “etika”. Menghadirkan dunia etika

                                                                   37
   51   52   53   54   55   56   57   58   59   60   61