Page 62 - Pemikiran Agraria Bulaksumur Telaah Awal atas Pemikiran Sartono Kartodirdjo Masri Singaarimbun dan Mubyarto
P. 62
Membaca Ulang Sartono Kartodirdjo
tradisi Weberian yang menekankan pentingnya kepemimpinan
(elit) dan ideologi dalam peristiwa pemberontakan itu, dan bukan
perhatiannya pada kaum tani (lapisan terbawah mereka) itu sen-
diri. Nama-nama seperti K. H. Wasid, K.H. Marjuki, K.H. Tubagus
Ismail, dll, tarekat Naqsyabandiyah, Qodiriyah, dan ideologi
perang suci, menjadi titik perhatian Sartono Katodirdjo, dan bukan
pada sentralitas peran petaninya (siapa saja mereka para petani-
petani lapis bawah yang turut terlibat dalam pemberontakan itu,
apa saja alasan mereka, harapan, dan kesulitan-kesulitanya). 25
Petani yang mampu melakukan pemberontakan melalui penga-
genan elit dan ideologi tarekat itu tentu tidak tepat jika disebut
subaltern. Sejarah sosial Sartono juga bukan berakar dari tradisi
struktural Marxian, yang berupaya melihat mode of capital bekerja
di ranah agraria, tetapi dari kekagumannya atas tradisi yang
dikembangkan oleh Mazhab Annales di Perancis.
Persamaan yang bisa ditunjukkan adalah, Sartono mampu
membongkar bias kolonial dan rezim penguasa dengan cara mela-
kukan dekonstruksi semantik. Kemampuan ini diperoleh dengan
cara “menginterogasi” arsip-arsip warisan pemerintahan kolonial
Belanda yang ada di Arsip Nasional Jakarta maupun arsip-arsip
yang ada di negeri Belanda sewaktu ia menulis disertasinya. Hal
ini serupa dengan yang dilakukan oleh SSG dalam memper-
lakukan “manuskrip-manuskrip” berupa karya sastra India/Ing-
gris.
Dengan posisi semacam di atas, proyek Indonesiasentris
Sartono Kartodirdjo itu berhenti pada tataran rekonstruksi dan
bukan pada tataran emansipasi. Pasca sejarah petani-nya Sartono
25 Lihat Sartono Kartodirdjo, Pemberontakan Petani Banten1888, (Jakarta:
Pustaka Jaya, 1984)
43