Page 86 - Pemikiran Agraria Bulaksumur Telaah Awal atas Pemikiran Sartono Kartodirdjo Masri Singaarimbun dan Mubyarto
P. 86
Membaca Ulang Sartono Kartodirdjo
demografis), namun tentu saja bukan dalam pengertian ekonomi-
politik, yang justru pada masa Orde Baru mendapat akses lang-
57
sung ke kekuasaan. Secara sosial mereka justru rentan. Hal demi-
kian senantiasa menyadari bahwa tidak sedikit pula kelompok
Tionghoa miskin di pedesaan, sebagai buruh tambang di Sing-
kawang atau di pedalaman Riau misalnya.
Demikian maka kajian terhadap kelompok orang kaya, atau
middle class tidak mungkin diletakkan dalam konteks kajian mino-
ritas atau marjinal. Penulisan terhadap mereka hanya bisa
diwadahi dalam spirit sejarah yang bernuansa humanity, human-
ity history atau history on humanity. Semua kelompok masyarakat
mempunyai masa lalu, dan masa lalu orang kaya berhak pula
direkonstruksi. Tulisan berjudul Orang Kaya di Jakarta Tahun 1994,
58
Seorang Ibu dan Dua Puteri, adalah contoh yang tepat. Tulisan ini
memberi inspirasi kita melihat bagaimanakah proses menjadi
kaya, gambaran kehidupan sehari-hari orang kaya, bagaimana
kekayaan itu dibelanjakan dan menjadikan identitas bagi mereka,
dan sebagainya.
4. Paradigma tradisional meyakini bahwa sejarah
didasarkan pada “the documents”
Ungkapan Ranke (1795-1886) yang sering dikutip adalah “no
document no history”. Dokumen-dokumen resmi pemerintah
yang disimpan di lembaga arsip-arsip menjadi sumber yang
diandalkan waktu itu. Sementara “Sejarah Baru” bersikap terbuka
57 Lihat Richard Robinson, Indonesia The Rise of Capital, (Singapore :
Kin Hup Lee. Printing Co. 1986).
58 Lizzy van Leeuwen, “Orang Kaya di Jakarta Tahun 1994, Seorang Ibu
dan Dua Puteri”, dalam Henk Schulte Nordholt (ed.), Outward Appearances,
Trend, Identitas, Kepentingan, (Yogyakarta: LKiS, 2005), hlm. 495-532
67