Page 18 - Kisah-korupsi-kita-halaman-1-24
P. 18
Meski sudah divonis 10 tahun penjara, Djoko bersama kuasa
hukumnya mengajukan banding. Namun, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta
justru memperberat hukuman Djoko dari 10 tahun penjara, menjadi 18
tahun penjara, dan denda Rp1 miliar. Djoko juga diperintahkan membayar
uang pengganti senilai Rp32 miliar dan apabila tidak dibayar dalam waktu
1 (satu) bulan setelah putusan memperoleh kekuatan hukum tetap maka
harta bendanya dapat disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi
uang pengganti tersebut. Apabila harta bendanya tidak mencukupi maka
dijatuhi pidana penjara selama 5 (lima) tahun. Selain itu, PT DKI juga
mencabut hak Djoko untuk memilih dan dipilih dalam jabatan publik.
Kasus Djoko Susilo yang merupakan perwira tinggi kepolisian
tersebut, tentu menjadi preseden baik dalam penjatuhan vonis hukuman
bagi koruptor, terutama hukuman badan. Namun, antitesis terhadap
hukuman badan sempat dilontarkan mantan Menkopolhukam, Luhut
Binsar Pandjaitan. Ia melontarkan wacana hukuman alternatif bagi
koruptor sehingga mereka tidak perlu dibui.
Wacana tersebut dilatarbelakangi asumsi bahwa koruptor tidak
merasakan efek jera saat dipenjara. Tambahan lagi, kekhawatiran kondisi
beberapa lembaga pemasyarakatan (lapas) yang sudah tidak memadai
untuk menerima tambahan narapidana dalam jumlah besar. Kondisi ini
mendorong pemerintah mengkaji hukuman apa yang sekiranya dapat
membuat para koruptor menjadi jera.
“Kalau dia (koruptor) terbukti merugikan negara, kita bisa hukum
dengan mengembalikan uang negara, ditambah penalti dan pemecatan
dari jabatannya. Kalau masuk penjara maka penjara kita bisa penuh nanti,”
kata Luhut seperti dikutip dari kantor berita Antara.
KPK tidak menyetujui wacana ini karena justru malah mengurangi efek
jera. Selain itu, batas antara pidana dan perdata menjadi kabur. Kebijakan
tersebut juga akan menimbulkan keanehan tersendiri karena di negara
mana pun di dunia ini hukuman korupsi itu adalah penjara, denda, ganti
rugi, dan mengembalikan uang yang dikorupsi. Walaupun begitu, tren
vonis ringan terhadap hukuman badan atau penjara juga patut dicermati.
Hukuman badan berupa vonis penjara memang tengah menunjukkan
tren ringan seperti hasil pemantauan peradilan yang dilakukan oleh
Indonesia Corruption Watch (ICW) selama Januari–Juni 2016 lalu. Pada
periode ini, ICW telah memonitor terhadap 325 perkara korupsi dengan
384 terdakwa yang telah diperiksa dan diputus oleh pengadilan, baik di
tingkat pertama, banding, kasasi, maupun peninjauan kembali (PK).
Dari 325 perkara korupsi yang berhasil terpantau, nilai kerugian
negara yang timbul adalah Rp1,4 triliun dan 19.770.392 dolar Amerika.
Data tersebut juga menunjukkan bahwa dari 325 perkara korupsi,
sebanyak 319 terdakwa dinyatakan bersalah dan terbukti korupsi,
46 terdakwa divonis bebas atau lepas oleh pengadilan, sedangkan 19
10 KISAH KORUPSI KITA