Page 285 - TOKOH PEMIKIR KARAKTER BANGSA
P. 285

Demikianlah, mempertimbangka semua pembahasan di atas,
                visi  dan  pemikian  Soedjatmoko  tentang  pembangunan  dapat
                dirumuskan dalam beberapa poin berikut: Pertama, dilihat dari segi
                isi  (content)  konsep  pembangunan  dalam  pemikiran  Soedjatmoko
                jelas  menunjukkan  komitmen  yang  sangat  kuat  kepada  manusia.
                Yang diinginkan Soedjatmoko adalah lahirnya manusia-manusia yang
                bebas  dan  pembangunan  hendaknya  didasarkan  pada  suatu
                kesadaran  mengenai  perlunya  kebebasan  dianggap  sebagaimana
                kebutuhan  pokok,  sebagaimana  kebutuhan  pokok  manusia  lainnya.
                Sangat  menarik  mencatat  pengertian  kebebasan  yang  dimaksudkan
                Soedjatmoko,  yang  ternyata  tidak  identik  misalnya  dengan  paham
                kebebasan  liberal.  Hal  ini  dapat  dilihat  dari  ajaran  Soedjatmoko
                mengenai etika kebebasan, yakni mengenai bagaimana memandang
                dan     memperlakukan      kebebasan,     serta   pada     keperluan
                menghubungkan  konsep  kebebasan  dengan  konteks  pertumbuhan
                manusia dan peradaban.

                       Kedua,  dilihat  segi  pendekatan  (metodologi),  konsep
                pembangunan Soedjatmoko menggunakan pendekatan holistik, yakni
                dengan  mengintegrasikan  analisis  proses-proses  perubahan  serta
                pertumbuhan      di   bidang   kehidupan    ekonomi,    sosial   dan
                            53
                kebudayaan .  Dengan  kata  lain,  ia  menempatkan  pembangunan
                dalam perspektif makro; pembangunan sesungguhnya terkait dengan
                berbagai  dimensi  yang  meliputi  sosial,  politik,  kebudayaan,  dan
                ekonomi. Tepatlah penilaian Aswab Mahasin yang mengatakan:

                        Yang  dicari  Soedjatmoko  dalam  pergumulannya  dengan  diajarkan
                        ahli-ahli  ekonomi  pembangunan  bukan  pula  pembebasan
                        revolusioner dari penghisapan kapitalisme dunia seperti pada mitos
                        ekonomi politik baru. Ia mencari suatu alternatif baru bukan Barat
                        yang  mengambil  tempat  seiring  dan  berkedudukan  sederajat
                        dengan  peradaban  Barat.  Ia  tak  bisa  digolongkan  kepada
                        mainstream ekonomi pembangunan, yang umumnya dekat kepada
                        aliran neo-klasik. Tetapi ia juga tidak tergolong kalangan ekonomi
                        politik  baru  (new  political  economy)  yang  radikal.  Sebagai
                        budayawan ia menolak ekonomisme yang banyak melatarbelakangi





                                                                                 273
   280   281   282   283   284   285   286   287   288   289   290