Page 68 - TOKOH PEMIKIR KARAKTER BANGSA
P. 68

TOKOH PEMIKIR KARAKTER BANGSA



                         Mengenai  Turki  yang  memisahkan  urusan  agama  dengan
                negara,  Natsir  memiliki  pandangan  sendiri.  Menurutnya  Turki
                bukanlah  negara  yang  berpemerintahan  Islam.  Dengan  demikian,
                negara hanya merupakan instrumen, bukan tujuan, dan oleh karena
                itu, maka tidak perlu ada perintah Tuhan untuk mendirikan negara.
                Yang  diperlukan  hanyalah  pedoman  untuk  mengatur  pemerintahan
                supaya negara itu menjadi kuat dan subur serta menjadi media yang
                sebaik-baiknya  untuk  mencapai  tujuan  hidup  manusia  yang
                terhimpun  di  dalamnya,  baik  untuk  keselamatan  maupun
                                                                 49
                kesentosaan secara individu maupun masyarakat.
                         Apa  yang  diyakini  Natsir  mengenai  kemestian  pendirian
                sebuah negara ternyata hampir mirip dengan pemikiran politik yang
                dicetuskan oleh Ibnu Taimiyyah (1263-1328). Pemikir Islam dari Turki
                yang  memiliki  nama  lengkap  Abul  Abbas  Taqiyuddin  Ahmad  bin
                Abdus  Salam  bin  Abdullah  bin  Taimiyah  al  Harrani  ini  mengatakan
                bahwa memimpin dan mengendalikan rakyat adalah kewajiban asasi
                dalam agama. Bahkan, pelaksanaan agama tidak mungkin terealisasi
                                                      50
                kecuali dengan adanya kepemimpinan.
                         Natsir  juga  tidak  terlalu  mempersoalkan  mengenai
                penyebutan kepala negara.Negara dalam pandangan Natsir bukanlah
                tujuan,  melainkan  hanya  sebuah  instrumen  sehingga  hal-hal  yang
                tidak  substansial  bukanlah  sesuatu  yang  sangat  penting  dan  harus
                selalu menjadi bahan perdebatan. Seorang kepala negara, demikian
                Natsir memberikan contoh, tidak harus selalu memiliki gelar khalifah,
                namun  bisa  memakai  nama  penyebutan  lainnya  seperti  presiden,
                amir,  dan  sejenisnya.  Bagi  Natsir,  yang  penting  adalah bahwa  sifat-
                sifat,  hak  dan  kewajiban  mereka  harus  sebagaimana  dikehendaki
                Islam. Dengan begitu, yang menjadi syarat bagi kepala negara adalah
                agamanya, sifat dan tabiatnya, serta akhlak dan kecakapannya untuk
                memegang  kekuasaan,  dan  bukan  dilihat  dari  asal  bangsa  dan
                                                                    51
                keturunannya ataupun semata-mata inteleknya saja.
                         Natsir  berpandangan  bahwa  tugas  utama  kepala    negara
                yang  terpilih  adalah  menggandeng  dan  mengadakan  musyawarah
                dengan orang-orang yang dianggap layak dan patut dilibatkan untuk



                56
   63   64   65   66   67   68   69   70   71   72   73