Page 69 - TOKOH PEMIKIR KARAKTER BANGSA
P. 69
TOKOH PEMIKIR KARAKTER BANGSA
menyelesaikan persoalan negara, dalam hal ini adalah masalah-
masalah umat atau masyarakat. Untuk hal-hal yang sudah jelas
ketentuan hukumnya, dalam hal ini menurut Islam, Natsir meyakini
bahwa itu tidak perlu diperdebatkan lagi, seperti masalah alkohol,
zina, perkawinan, waris, zakat, fitrah, dan lainnya.Hal-hal itu menjadi
tanggungjawab penguasa sebagai pemimpin negara untuk
menyikapinya berdasarkan hukum dan ketentuan yang berlaku.
Menyangkut persoalan pengambilan keputusan terhadap
suatu masalah, menurut Natsir, dapat menyesuaikan diri dengan
perkembangan peradaban dan pemikiran manusia tentang tata kelola
pemerintahan, meskipun bisa juga tetap menganut cara-cara yang
dahulu diterapkan pada masa kekhalifahan. Dengan kata lain, Natsir
mempersilakan bangsa Indonesia menerapkan sistem pemerintahan
demokrasi dengan berdasarkan musyawarah yang dipadukan dengan
hukum-hukum Islam.
Menurut penelitian Khumaidi (2005), Natsir tidak terlalu
menekankan pada label dan bentuk dalam sebuah negara, melainkan
lebih berpatokan pada isi atau substansi. Dengan demikian,
pemikiran Natsir tentang negara pada masa perjuangan
kemerdekaan cenderung substantif. Kendati begitu, pada
kenyataannya, di era demokrasi parlementer (1950-1959), terutama
saat berlangsungnya sidang konstituante, pemikiran kenegaraan
Natsir dapat dikatakan cenderung formalistik. Hal ini dilihat dari
pandangannya tentang signifikansi Islam untuk dijadikan dasar
52
negara bagi negara republik Indonesia yang saat itu baru merdeka.
Natsir dengan tegas memaparkan dua pilihan dasar negara
untuk Indonesia, yaitu sekularisme (la diniyyah) atau agama (dini). Ia
menegaskan dua opsi tersebut, karena saat itu ada pihak-pihak yang
ingin menjadikan Indonesia sebagai negara sekular.Di sisi lain, ada
pula yang menginginkan agar negara Indonesia berlandaskan ajaran
agama Islam. Tentu saja, Natsir berada dalam barisan pendukung
pilihan kedua tersebut.
57