Page 133 - Kumpulan CerPen-by Suci Harjono
P. 133

Dari Srabi Turun Ke Hati


               Lintang    menyusun  srabi  di  dalam  kardus.  Ada  sepuluh  buah
        srabi denga taburan coklat meses yang masih hangat. Baunya harum
        dan tentu saja mengundang selera. Meskipun hampir sepuluh  tahun
        lebih Lintang membaui srabi buatan ibu, tetapi tetap saja Lintang tidak
        pernah bosan.
               “Sudah selesai, Nduk ?” tanya ibu sambil membalik adonan srabi
        di wajan kecil yang terbuat dari alumunium. Ukuran wajan  itu tak lebih
        dari piring makan.  Tidak terlalu besar sehingga ukuran srabi juga tidak
        besar.
               “Sudah, Bu. Semua sudah selesai. Memang Bu Haji pesan berapa
        kardus?”  tanya  Lintang  sambil  mengambil  sepotong  srabi  hangat
        yang ada di tampah . Ibu melihat anak perempuannya sambil geleng-
        geleng kepala. “Nanti Lintang ganti deh, Bu. Janji,” kata Lintang sambil
        mengangkat tangan kirinya membuat simbol  janji.  Tangan kanannya
        masih sibuk menguyah srabi hangat yang gurih. “Ehm, enak sekali. Tapi
        mesisnya kebanyakan nih, Bu.”
               “Lintang, srabi itu pesanana Bu Haji. Harus cepat-cepat  diantar.”
               “Lho, itu sudah satu kardus. Memang mau berapa kardus , Bu?”
        tanya Lintang heran.
               “Tiga, Nduk. Semuanya pakai meses yang lebih banyak,” tutur ibu
        sambil menuangkan adonan srabi ke dalam wajan. Untuk mempercepat
        pembuatan  srabi,  ibu  biasa  mengunakan  6  wajan  kecil.  Dan  akan
        lebih banyak lagi saat membuat srabi di kios dekat kantor kecamatan.
        Ibu  sudah  sepuluh  tahun  menyambung  hidup,  menghidupi  keluarga
        dengan menjual srabi. Setelah ayah meninggal sejak  tiga tahun yang
        lalu, ibu lebih giat bekerja karena tulang punggung keluarga tinggal ibu.
        Sementara masih ada Lintang dan adiknya Galih yang harus sekolah dan
        butuh banyak biaya. Ibu meneruskan usaha nenek sejak nenek meninggal
        dunia. Awalnya ayah tidak terlalu mendukung karena melihat ibu terlalu
        sibuk dan lelah. Tetapi melihat kegigihan ibu, ayah membiarkan bahkan




        Suatu Malam di Sebuah Jalan_ Suci Harjono_sucihan03@gmail.com     133
   128   129   130   131   132   133   134   135   136   137   138